BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Masalah
Agama Hindu dan Buddha merupakan Agama yang berasal dari negara India, yang
pada perjalanannya menjadi salah satu agama-agama terbesar pengikutnya.
Secara garis besar perkembangan agama Hindu dibedakan menjadi tiga
tahap. Tahap pertama berlangsung sekitar abad 1500-1000 SM yang dikenal
dengan agama Weda. Tahap kedua ditandai dengan munculnya agama Brahman
(1000-750 SM), tahap kedua adalah zaman agama Buddha yang berlangsung sekitar
500 SM-300 M. yang mempunyai corak berbeda dengan agama Weda. Tahap
ketiga ditandai dengan munculnya pemikiran-pemikiran kefilsafatan yang berpusat
di sekitar sungai Gangga (750-300 M), dan tahap yang ketiga adalah apa yang
dikenal dengan agama Hindu yang berlangsung sejak 300 M. sampai sekarang. Agama
Hindu berkembang hingga ke luar India termasuk Indonesia, yang dibawa oleh para
Rsi atau para Brahman. Agama Hindu merupakan agama impor yang pertama kali
masuk ke Indonesia dan berinteraksi dengan masyarakat Indonesia yang notabenenya
sudah mempercayai Animisme dan Dinamisme.
Sedangkan agama Buddha sendiri bisa dikatakan sebagai pembaharu dari agama
Hindu yang dibawa oleh Sidharta Gautama. Yang pada perjalannya sang
Buddha sendiri melakukan pengembaraan untuk mencari penerahan yang abadi.
Berbeda halnya dengan agama hindu, agama Buddha lebih banyak berkembang di Cina
di bandingkan dengan asal mulanya agama tersebut yaitu India.
Sedangakan Agama Hindu dan Buddha masuk di Indonesia sekitar abad ke 7 M,
yang dibawa oleh para Resi maupun para Bikshhu. Harun Hadiwijono
mengatakan bahwa kira-kira abad ke 15 SM. nenek moyang bangsa Indonesia
memasuki Indoneisa dari daratan Cina Selatan, dengan melewati dua jalur, yaitu
jalur utara dan barat. Jalur utara melewati Jepang, Taiwan, Pilipin, dan
menyebrang di Sulawesi, Indoneisa bagian Timur, Irian dan Melanesia, sedangakan
jalur barat melewati Indo Cina, Siam, Malaya, serta menyebar di Sumatra, Jawa
dan Kalimantan.
Indonesia
adalah negara yang kaya akan budaya, dan sangat erat kaitanya dengan tindak
tutur manusia dalam kehidupannya sehari-hari. Khususnya Pulau Jawa
tradisi lokal pribumi Jawa sendiri sejak dulu telah mewarnai kebudayaan
setempat. Di tambah lagi dengan masuknya pengaruh dari Hindu-Buddha yang
di terima dengan baik dan ramah oleh orang-orang Jawa karena memang banyak
kesamaan dengan kepecayaan asli bangsa Indonesia. Perkembangan
Hindu-Buddha di Indonesia banyak ditandai dengan munculnya kerajaan-kerajaan
serta bangunan-bangunan yang bercorakan Hindu-Buddha, diantaranya: kerajaan
Kutai, kerajaan Tarumanegara, kerajaan Sriwijaya, kerajaan Mataram, dan
kerajaan Majapahit. Pada bab selanjutnya akan membahas pengaruh hindu-buddha
khususnya terhadap kerajaan Mataram.
B.
Latar
Belakang Masalah
1.
Bagaimanakah
sejarah kerajaan Mataram Kuno?
2.
Bagaimanakah
pengaruh Hindu-Budha terhadap kerajaan Mataram Kuno?
3.
Bagaimanakah
aspek kehidupan politik, sosial, ekonomi, dan budaya kerajaan Mataram Kuno?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah
Kerajaan Mataram
Prasasti Canggal
Prasasti ini
menceritakan tentang pendirian lingga (lambang Siwa) di desa
Kunjarakunja oleh Sanjaya. Diceritakan pula bahwa yang menjadi raja mula-mula
adalah Sanna, kemudian digantikan oleh Sanjaya anak Sannaha, saudara perempuan
Sanna.
Terjemahan bebas isi prasasti adalah sebagai berikut:
Bait 1: Pembangunan lingga oleh Raja Sanjaya di atas gunung
Bait 2-6: Pujaan terhadap Dewa Siwa, Dewa Brahma, dan Dewa Wisnu
Bait 7 : Pulau Jawa yang sangat makmur, kaya akan tambang emas dan banyak menghasilkan padi. Di pulau itu didirikan candi Siwa demi kebahagiaan penduduk dengan bantuan dari penduduk Kunjarakunjadesa
Bait 8-9 : Pulau Jawa yang dahulu diperintah oleh raja Sanna, yang sangat bijaksana, adil dalam tindakannya, perwira dalam peperangan, bermurah hati kepada rakyatnya. Ketika wafat Negara berkabung, sedih kehilangan pelindung
Bait 10-11 : Pengganti raja Sanna yaitu putranya bernama Sanjaya yang diibaratkan dengan matahari. Kekuasaan tidak langsung diserahkan kepadanya oleh raja Sanna tetapi melalui kakak perempuannya (Sannaha)
Bait 12 : Kesejahteraan, keamanan, dan ketentraman Negara. Rakyat dapat tidur di tengah jalan, tidak usah takut akan pencuri dan penyamun atau akan terjadinya kejahatan lainnya. Rakyat hidup serba senang. Kunjarakunja-desa dapat berarti "tanah dari pertapaan Kunjara", yang diidentifikasikan sebagai tempat pertapaan Resi Agastya, seorang maharesi Hindu yang dipuja di India selatan.
Terjemahan bebas isi prasasti adalah sebagai berikut:
Bait 1: Pembangunan lingga oleh Raja Sanjaya di atas gunung
Bait 2-6: Pujaan terhadap Dewa Siwa, Dewa Brahma, dan Dewa Wisnu
Bait 7 : Pulau Jawa yang sangat makmur, kaya akan tambang emas dan banyak menghasilkan padi. Di pulau itu didirikan candi Siwa demi kebahagiaan penduduk dengan bantuan dari penduduk Kunjarakunjadesa
Bait 8-9 : Pulau Jawa yang dahulu diperintah oleh raja Sanna, yang sangat bijaksana, adil dalam tindakannya, perwira dalam peperangan, bermurah hati kepada rakyatnya. Ketika wafat Negara berkabung, sedih kehilangan pelindung
Bait 10-11 : Pengganti raja Sanna yaitu putranya bernama Sanjaya yang diibaratkan dengan matahari. Kekuasaan tidak langsung diserahkan kepadanya oleh raja Sanna tetapi melalui kakak perempuannya (Sannaha)
Bait 12 : Kesejahteraan, keamanan, dan ketentraman Negara. Rakyat dapat tidur di tengah jalan, tidak usah takut akan pencuri dan penyamun atau akan terjadinya kejahatan lainnya. Rakyat hidup serba senang. Kunjarakunja-desa dapat berarti "tanah dari pertapaan Kunjara", yang diidentifikasikan sebagai tempat pertapaan Resi Agastya, seorang maharesi Hindu yang dipuja di India selatan.
Setelah Sanjaya, Mataram diperintah oleh
Panangkaran. Dari Prasasti Balitung diketahui bahwa
Panangkaran bergelar Syailendra Sri Maharaja Dyah Pancapana Raka i
Panangkaran. Hal ini menunjukkan bahwa Rakai Panangkaran berasal dari
keluarga Sanjaya dan juga keluarga Syailendra. Sepeninggal Panangkaran, Mataram
Kuno terpecah menjadi dua, Mataram bercorak Hindu dan Mataram bercorak Buddha.
Wilayah Mataram-Hindu meliputi Jawa Tengah bagian utara, diperintah oleh
Dinasti Sanjaya dengan raja−rajanya seperti Panunggalan, Warak,
Garung, dan Pikatan. Sementara wilayah
Mataram- Buddha meliputi Jawa Tengah bagian selatan yang diperintah Dinasti
Syailendra dengan rajanya antara lain Raja Indra.
Perpecahan di Mataram ini tidak berlangsung lama. Pada tahun 850, Rakai Pikatan dari Wangsa Sanjaya mengadakan perkawinan politik dengan Pramodhawardhani dari keluarga Syailendra. Melalui perkawinan ini, Mataram dapat dipersatukan kembali. Pada masa pemerintahan Pikatan−Pramodhawardani, wilayah Mataram berkembang luas, meliputi Jawa Tengah dan Timur. Pikatan juga berhasil mendirikan Candi Plaosan.
Sepeninggal Pikatan, Mataram diperintah oleh Dyah Balitung (898 −910 M). Setelah Balitung, pemerintahan dipegang berturut−turut oleh Daksa, Tulodong, dan Wawa. Raja Wawa memerintah antara tahun 924−929 M. Ia kemudian digantikan oleh menantunya bernama Mpu Sindok.
Pada masa pemerintahan Mpu Sindok inilah, pusat pemerintahan Mataram dipindahkan ke Jawa Timur. Hal ini disebabkan semakin besarnya pengaruh Sriwijaya yang diperintah oleh Balaputradewa. Selama abad ke−7 hingga ke−9 terjadi serangan−serangan dari Sriwijaya ke Mataram. Hal ini mengakibatkan Mataram semakin terdesak ke timur. Selain itu, adanya bencana alam berupa letusan Gunung Merapi merupakan salah satu penyebab kehancuran Mataram. Letusan gunung ini diyakini oleh masyarakat Mataram sebagai tanda kehancuran dunia. Oleh karena itu, mereka menganggap letak kerajaan di Jawa Tengah sudah tidak layak dan harus dipindahkan.
Perpecahan di Mataram ini tidak berlangsung lama. Pada tahun 850, Rakai Pikatan dari Wangsa Sanjaya mengadakan perkawinan politik dengan Pramodhawardhani dari keluarga Syailendra. Melalui perkawinan ini, Mataram dapat dipersatukan kembali. Pada masa pemerintahan Pikatan−Pramodhawardani, wilayah Mataram berkembang luas, meliputi Jawa Tengah dan Timur. Pikatan juga berhasil mendirikan Candi Plaosan.
Sepeninggal Pikatan, Mataram diperintah oleh Dyah Balitung (898 −910 M). Setelah Balitung, pemerintahan dipegang berturut−turut oleh Daksa, Tulodong, dan Wawa. Raja Wawa memerintah antara tahun 924−929 M. Ia kemudian digantikan oleh menantunya bernama Mpu Sindok.
Pada masa pemerintahan Mpu Sindok inilah, pusat pemerintahan Mataram dipindahkan ke Jawa Timur. Hal ini disebabkan semakin besarnya pengaruh Sriwijaya yang diperintah oleh Balaputradewa. Selama abad ke−7 hingga ke−9 terjadi serangan−serangan dari Sriwijaya ke Mataram. Hal ini mengakibatkan Mataram semakin terdesak ke timur. Selain itu, adanya bencana alam berupa letusan Gunung Merapi merupakan salah satu penyebab kehancuran Mataram. Letusan gunung ini diyakini oleh masyarakat Mataram sebagai tanda kehancuran dunia. Oleh karena itu, mereka menganggap letak kerajaan di Jawa Tengah sudah tidak layak dan harus dipindahkan.
Candi Plaosan
Dinasti Syailendra
yang bercorak Buddha berpusat di Jawa Tengah bagian selatan, sedangkan Dinansti
Sanjaya yang bercorak Hindu berpusat di Jawa Tengah bagian utara. Perbedaan
letak antara dua dinasti ini terlihat dari perbedaan arsitektur candi-candi
yang ada di Jawa Tengah bagian selatan dan utara. Berdasarkan Prasasti Canggal
(732 M) diketahui, raja pertama Mataram dari Dinasti Sanjaya adalah Raka i
Mataram Ratu Sanjaya yang memerintah di ibukota Medang Kamulan. Berdasarkan isi
Prasasti Mantyasih (Kedu) terdapat beberapa dari Wangsa Sanjaya yang memerintah
di kemudian hari.
Antara Wangsa Syailendra dengan Sanjaya terjadi persaingan, namun kedua wangsa tersebut sempat menjalin hubungan baik. Pada abad ke-9 terjadi perkawinan antara Rakai Pikatan dari Sanjaya dengan Pramodawardhani dari Syailendra. Perkawinan ini mendapat tentangan dari Balaputeradewa, adik Pramodawardhani. Setelah bertikai dengan Pikatan dan kalah, Balaputeradewa kemudian melarikan diri ke Sriwijaya, dan menjadi raja di sana, karena Balaputeradewa mempunyai darah Sriwijaya dari ibunya, Dewi Tara, yang merupakan keturunan Sriwijaya. Sedangkan Rakai Pikatan yang berhasil menyingkirkan Balaputradewa mendirikan Candi Roro Jonggrang (Prambanan) yang bercorak Siwa. Rakai Pikatan dan Pramodawardhani yang berbeda agama ini banyak mendirikan bangunan yang bercorak Hindu maupun Buddha. Rakai Pikatan mendirikan Candi Loro Jongrang, sedangkan Pramodarwadhani sangat memperhatikan Candi Borobudur di Bumisambhara yang dibangun oleh ayahnya, yaitu Samaratungga pada 842 M.
Antara Wangsa Syailendra dengan Sanjaya terjadi persaingan, namun kedua wangsa tersebut sempat menjalin hubungan baik. Pada abad ke-9 terjadi perkawinan antara Rakai Pikatan dari Sanjaya dengan Pramodawardhani dari Syailendra. Perkawinan ini mendapat tentangan dari Balaputeradewa, adik Pramodawardhani. Setelah bertikai dengan Pikatan dan kalah, Balaputeradewa kemudian melarikan diri ke Sriwijaya, dan menjadi raja di sana, karena Balaputeradewa mempunyai darah Sriwijaya dari ibunya, Dewi Tara, yang merupakan keturunan Sriwijaya. Sedangkan Rakai Pikatan yang berhasil menyingkirkan Balaputradewa mendirikan Candi Roro Jonggrang (Prambanan) yang bercorak Siwa. Rakai Pikatan dan Pramodawardhani yang berbeda agama ini banyak mendirikan bangunan yang bercorak Hindu maupun Buddha. Rakai Pikatan mendirikan Candi Loro Jongrang, sedangkan Pramodarwadhani sangat memperhatikan Candi Borobudur di Bumisambhara yang dibangun oleh ayahnya, yaitu Samaratungga pada 842 M.
Candi Prambanan / Loro Jonggrang
Susunan raja-raja yang memerintah di
Mataram berdasarkan Prasasti Balitung (Mantyasih) adalah: Rakai Mataram Ratu
Sanjaya, Rakai Tejah Purnapana Panangkaran, RakaI Panunggalan, Rakai Warak,
Rakai Garung Patapan, Rakai Pikatan, Rakai Kayuwangi, Rakai Watukumalang,
Watukura Dyah Balitung Dharmodaya Mahasambu, Daksa, Tulodhong, Wawa, dan Mpu
Sindok.
Prasasti ini dibuat oleh Dyah Balitung yang memerintah dari 898 hingga 910. Setelah Mpu Sindok menjadi raja (929), pusat-pusat pemerintahan Mataram dipindahkan dari Jawa Tengah ke Jawa Timur. Pemindahan ini dikarenakan pusat kerajaan mengalami kehancuran akibat letusan Gunung Merapi. Mpu Sindok kemudian mendirikan dinasti baru yaitu Dinasti Isyana. Ia memerintah hingga tahun 949. Pengganti Mpu Sindok yang terkenal adalah Dharmawangsa yang memerintah 990−1016. Dharmawangsa pernah berusaha untuk mengalihkan pusat perdagangan dari Sriwijaya pada 990, akan tetapi mengalami kegagalan karena Sriwijaya gagal ditaklukkan.
Prasasti ini dibuat oleh Dyah Balitung yang memerintah dari 898 hingga 910. Setelah Mpu Sindok menjadi raja (929), pusat-pusat pemerintahan Mataram dipindahkan dari Jawa Tengah ke Jawa Timur. Pemindahan ini dikarenakan pusat kerajaan mengalami kehancuran akibat letusan Gunung Merapi. Mpu Sindok kemudian mendirikan dinasti baru yaitu Dinasti Isyana. Ia memerintah hingga tahun 949. Pengganti Mpu Sindok yang terkenal adalah Dharmawangsa yang memerintah 990−1016. Dharmawangsa pernah berusaha untuk mengalihkan pusat perdagangan dari Sriwijaya pada 990, akan tetapi mengalami kegagalan karena Sriwijaya gagal ditaklukkan.
ArcaAirlangga
Pada tahun 1016 Dharmawangsa dan keluarganya mengalami pralaya (kehancuran) akibat serangan dari Sriwijaya yang bekerja sama dengan kerajaan kecil di Jawa yang dipimpin Wurawari. Akibat serangan ini kerajaan Dharnawangsa mengalami kehancuran. Menantu Dharmawangsa yang bernama Airlangga kemudian membangun kembali kerajaan, dan pada tahun 1019 ia dinobatkan menjadi raja. Keberhasilan Airlangga membangun kerajaan diabadikan dalam karya sastra Mpu Kanwa yaitu Arjuna Wiwaha. Pada 1041 Airlangga membagi dua kerajaan menjadi Janggala dan Panjalu.
Pada tahun 1016 Dharmawangsa dan keluarganya mengalami pralaya (kehancuran) akibat serangan dari Sriwijaya yang bekerja sama dengan kerajaan kecil di Jawa yang dipimpin Wurawari. Akibat serangan ini kerajaan Dharnawangsa mengalami kehancuran. Menantu Dharmawangsa yang bernama Airlangga kemudian membangun kembali kerajaan, dan pada tahun 1019 ia dinobatkan menjadi raja. Keberhasilan Airlangga membangun kerajaan diabadikan dalam karya sastra Mpu Kanwa yaitu Arjuna Wiwaha. Pada 1041 Airlangga membagi dua kerajaan menjadi Janggala dan Panjalu.
B. Aspek
Kehidupan Politik
Untuk mempertahankan wilayah kekuasaannya, Mataram Kuno menjalin kerjasama
dengan kerajaan tetangga, misalnya Sriwijaya, Siam dan India. Selain itu,
Mataram Kuno juga menggunakan sistem perkawinan politik. Misalnya pada masa
pemerintahan Samaratungga yang berusaha menyatukan kembali Wangsa Syailendra
dan Wangsa Sanjaya dengan cara anaknya yang bernama Pramodyawardhani(Wangsa
Syailendra) dinikahkan dengan Rakai Pikatan (Wangsa Sanjaya).
Wangsa Sanjaya merupakan penguasa awal di Kerajaan Mataram Kuno, sedangkan
Wangsa Syailendra muncul setelahnya yaitu mulai akhir abad ke-8 M. Dengan
adanya perkawinan politik ini, maka jalinan kerukunan beragama antara Hindu
(Wangsa Sanjaya) dan Buddha (Wangsa Syailendra) semakin erat.
C. Aspek
Kehidupan Sosial
Kerajaan Mataram Kuno meskipun dalam praktik keagamaannya terdiri atas
agama Hindu dan agama Buddha, masyarakatnya tetap hdup rukun dan saling
bertoleransi. Sikap itu dibuktikan ketika mereka bergotong royong dalam
membangun Candi Borobudur. Masyarakat Hindu yang sebenarnya tidak ada
kepentingan dalam membangun Candi Borobudur, tetapi karena sikap toleransi dan
gotong royong yang telah mendarah daging turut juga dalam pembangunan tersebut.
Keteraturan
kehidupan sosial di Kerajaan Mataram Kuno juga dibuktikan adanya kepatuhan
hukum pada semua pihak. Peraturan hukum yang dibuat oleh penduduk desa ternyata
juga di hormati dan dijalankan oleh para pegawai istana. Semua itu bisa berlangsung karena adanya hubungan erat antara rakyat dan
kalangan istana.
D. Aspek
Kehidupan Ekonomi
Pusat kerajaan Mataram Kuno terletak di Lembah sungai Progo, meliputi
daratan Magelang, Muntilan, Sleman, dan Yogyakarta. Daerah itu amat subur
sehingga rakyat menggantungkan kehidupannya pada hasil pertanian. Hal ini
mengakibatkan banyak kerajaan-kerajaan serta daerah lain yang saling mengekspor
dan mengimpor hasil pertaniannya.Usaha untuk meningkatkan dan mengembangkan
hasil pertanian telah dilakukan sejak masa pemerintahan Rakai Kayuwangi.
Usaha perdagangan juga mulai mendapat perhatian ketika Raja Balitung
berkuasa. Raja telah memerintahkan untuk membuat pusat-pusat perdagangan serta
penduduk disekitar kanan-kiri aliran Sungai Bengawan Solo diperintahkan untuk
menjamin kelancaran arus lalu lintas perdagangan melalui aliran sungai
tersebut. Sebagai imbalannya, penduduk desa di kanan-kiri sungai tersebut
dibebaskan dari pungutan pajak. Lancarya pengangkutan perdagangan melalui
sungai tersebut dengan sendirinya akan menigkatkan perekonomian dan
kesejahteraan rakyat Mataram Kuno.
E. Aspek
Kehidupan Kebudayaan Hindu-Buddha
Semangat kebudayaan masyarakat Mataram Kuno sangat tinggi. Hal itu
dibuktikan dengan banyaknya peninggalan berupa prasasti dan candi. Prasasti peniggalan dari Kerajaan Mataram Kuno, seperti prasasti Canggal
(tahun 732 M), prasasti Kelurak (tahun 782 M), dan prasasti Mantyasih (Kedu).
Selain itu, juga dibangun candi Hindu, seperti candi Bima, candi Arjuna, candi
Nakula, candi Prambanan, candi Sambisari, cadi Ratu Baka, dan candi Sukuh.
Selain candi Hindu, dibangun pula candi Buddha, misalnya candi Borobudur, candi
Kalasan, candi Sewu, candi Sari, candi Pawon, dan candi Mendut. Mereka juga
telah mengenal bahasa Sansekerta dan huruf Pallawa. Selain tiu, masyarakat kerajaan
Mataram Kuno juga mampu membuat syair.
F.
Kemunduran kerajaan Mataram Kuno
Kemunduran kerajaan mataram
disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya sering dilanda bencana letusan
gunung berapi yang mengeluarkan lahar dan mengakibatkan kerusakan terhadap
kerajaan, tidak memiliki pelabuhan laut sehingga sulit berhubungan dengan dunia
luar, terjadinya perebutan kekuasaan, mendapat ancaman serangan dari kerajaan
Sriwijaya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Secara
umum kerajaan Mataram Kuno pernah di pimpin oleh 3 dinasti yang pernah
berkuasa pada waktu itu, yaitu Wangsa Sanjaya, Wangsa Sailendra, dan Wangsa
Isyana.Istilah Isyana berasal dari nama Sri Isyana Wikramadharmottunggadewa,
yaitu gelar Mpu Sindok setelah menjadi raja Medang (929–947).
Silsilah
Wangsa Isyana dijumpai dalam prasasti Pucangan tahun 1041 atas nama Airlangga,
seorang raja yang mengaku keturunan Mpu Sindok. Dalam masa 70 tahun itu
tercatat hanya tiga prasasti yang berangka tahun yang ditentuka, yaitu prasasti
Hara-Hara tahun 888 Saka (966 M) prasasti Kawambang Kulwan tahun 913 Saka (992
M) dan prasasti ucem tahun 934 Saka (1012-1013 M).
B. Saran
Makalah ini
masih terdapat banyak kekurangan-kekurangan. Kami sebagai penyusun mengharapkan
saran dan kritikannya yang membangun untuk pembuatan makalah-makalah
selanjutnya yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
“Sejarah Budaya
Nusantara”. Kerajaan Mataram Kuno. http://www.sejarahbudayanusantara.weebly.com/kerajaan-mataram-kuno.html
(1
Desember 2014)
Dimas, Sigit. Sejarah Agama Hindu Buddha di Indonesia.
http://www.dimas-sigit.blogspot.com/2011/12/sejarah-agama-hindu-buddha-di-indonesia. html (1
Desember 2014)
Ryedhaf, Farida.
Makalah Sejarah Kerajaan Mataram Kuno.
http://www.i-prospective-pharmacists.blogspot.com/2014/01/makalah-sejarah-kerajaan-mataram-kuno.html
(1
Desember 2014)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar