Selasa, 23 Desember 2014

Periodisasi Sejarah

1
PEMBAHASAN
A.Kepentingan dan Kegunaan Pembabakan Sejarah
Klasifikasi dalam ilmu sejarah menghasilkan pembagian zaman, periode, babakan waktu atau masa. Kurun adalah satu kesatuan waktu yang isi, bentuk dan waktunya tertentu.
Dalam periodisasi diadakan serialisasi rangkaian babakan menurut urutan zaman. Sejarah dibagi-bagi menjadi zaman-zaman dengan ciri-cirinya masing-masing. Periodisasi sangat penting dalam historiografi karena merupakan batang tubuh cerita sejarah. Periodisasi mengungkapkan ikhtisar sejarah dan di dalamnya harus dapat dikenali jiwa atau semangat setiap zaman, masing-masing pola dan struktur urutan kejadian, atau peristiwa-peristiwa. Periodisasi dapat disusun berdasarkan perkembangan politik, perekonomian, kesenian, agama dan sebagainya. Setiap penulis sejarah bebas menentukan/memilih periodisasi, yang mencerminkan keyakinannya, pendiriannya, dan visi sejarahnya.
Periodisasi atau pembabakan waktu adalah salah satu proses strukturisasi waktu dalam sejarah dengan pembagian atas beberapa babak, zaman atau periode. Peristiwa-peristiwa masa lampau yang begitu banyak dibagi-bagi dan dikelompokkan menurut sifat, unit, atau bentuk sehingga membentuk satu kesatuan waktu tertentu. Periodisasi atau pembagian babakan waktu merupakan inti cerita sejarah.
Tujuan dari periodisasi sejarah yaitu dapat mengetahui pembabakan waktu sejarah akan sangat bermanfaat bukan saja bagi penulis sejarah akan tetapi juga bagi para pembaca/penggemar cerita sejarah apalagi bagi para siswa yang belajar ilmu sejarah. Cerita sejarah yang ditulis para sejarawan dengan menempatkan skenario peristiwa sejarah dalam setting babakan waktu, akan sangat memudahkan serta menarik para pembaca atau siswa untuk mengetahui peristiwa sejarah secara kronologis.
Adapun tujuan dari pembabakan waktu adalah sebagai berikut:
1)      Melakukan penyederhanaan

2
Gerak pikiran dalam usaha mengerti ialah melakukan penyederhanaan. Begitu banyaknya peristiwa-peristiwa sejarah yang beraneka ragam disusun menjadi sederhana, sehingga mendapatkan ikhtisar yang mudah dimengerti.
2) Memudahkan klasifikasi dalam ilmu sejarah
Klasifikasi dalam ilmu alam meletakkan dasar pembagian jenis, golongan suku, bangsa, dan seterusnya. Klasifikasi dalam ilmu sejarah meletakkan dasar babakan waktu. Masa lalu yang tidak terbatas peristiwa dan waktunya dipastikan isi, bentuk, dan waktunya menjadi bagian-bagian babakan waktu.
3) Mengetahui peristiwa sejarah secara kronologis
Menguraikan peristiwa sejarah secara kronologis akan memudahkan pemecahan suatu masalah. Ahli kronologi menerangkan pelbagai tarikh, atau sistem pemenggalan yang telah dipakai dipelbagai tempat dan waktu, memungkinkan kita untuk menerjemahkan pemenggalan dari satu tarikh ke tarikh yang lain.
4) Memudahkan pengertian
Gambaran peristiwa-peristiwa masa lampau yang sedemikian banyak itu dikelompok-kelompokkan, disederhanakan, dan diikhtisarkan menjadi satu tatanan (orde), sehingga memudahkan pengertian.
5) Untuk memenuhi persyaratan sistematika ilmu pengetahuan
Semua peristiwa masa lampau itu setelah dikelompokkan antara motivasi dan pengaruh peristiwa itu kemudian disusun secara sistematis.
Jadi, tujuan diadakannya periodisasi ialah untuk mengadakan tinjauan menyeluruh terhadap peristiwa-peristiwa dan saling hubungannya dengan berbagai aspeknya. Menurut Ismaun, periodisasi yang paling mudah adalah pembabakan yang disusun menurut urutan abad. Tetapi periodisasi yang demikian tidak mengungkapkan corak yang khas zaman-zaman yang
3
ditinjau. Dasuki dalam Ismaun menyatakan misalnya, dalam sejarah Eropa Barat, ada zaman-zaman dengan nama-nama abad yang mempunyai watak-watak tertentu, seperti abad ke 18 dan abad ke-19. Sedangkan Cellarius membagi sejarah Barat atas tiga periode yaitu zaman kuno, zaman pengetahuan, dan zaman modern.
Semua kejadian atau peristiwa selama 100 tahun dikumpulkan menjadi satu himpunan cerita, maka tampaklah cerita-cerita sejarah tersusun menurut abad. Inti deretan itu adalah tahun 0 (teoritis) yang membagi dua deretan tersebut, seperti dalam contoh berikut.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiSUXeuYB87vn_ZcgNsD6XMT0bNWLe9Dxl4SjALKJkaO9iuH3V3VNzt5ys7BjhpClrOdJqbLKbQGiAOdExL99rPtSwu5zDgFp7ZbTY4GjBLjW-t4a9i8usWwo4gEIg-hPXdyM92fN2Nb0hq/s1600/Masa+Sebelum+Masehi+%28SM+-+BC%29+-+Masa+Sesudah+Masehi+%28M+-+AD%29.JPG
Ada juga periodisasi berdasarkan zaman (Sejarah Eropa):
I.   Zaman Kuno (476 AD)
   II.  Zaman Pertengahan (476 - 1453 AD)
   III. Zaman Baru : (1453 – 1789)
   IV. Zaman Terbaru : (1789 - ...)
Selanjutnya ada perbaikan sehingga muncul periodisasi sebagai berikut.
      1)      Pre-history (Pra Sejarah)
      2)      Proto History (Mula Sejarah)
      3)      Ancient History (Sejarah Kuno)
      4)      Middle Age (Zaman Pertengahan)
      5)      The Early Modern Period (Permulaan Zaman Modern)
      6)      The Nineteenth (Abad ke-19)
      7)      Two World War and The Inter World Period (Dua Perang dan Masa antara dua Perang Dunia)
      8)      The Post War Period (Masa Sesudah Perang)

4
Menurut Ismaun, periodisasi juga dapat dibuat menurut urutan pergantian dinasti-dinasti. Sejarah, misalnya Mesir Kuno dan Cina, adalah contoh periodisasi yang demikian lazim digunakan dan mudah dilaksanakan. Sejarah bangsa-bangsa Asia pada umumnya dilukiskan menurut babakan waktu dinasti, karena kedudukan raja dianggap sangat penting dalam masyarakat. Periodisasi menurut urutan pergantian dinasti-dinasti akan bermakna jika diterapkan dalam sejarah monarki-monarki absolut. Tetapi periodisasi tersebut tidak akan bermakna dalam pembahasan sejarah mengenai monarki-monarki konstitusional dengan pemerintahan parlemener, lebih lagi dalam sejarah republik-republik berdasarkan demokrasi. Salah satu contoh periodisasi menggunakan urutan dinasti adalah yang terjadi di Cina.
Contoh Periodisasi Sejarah Cina:
      1)      Dinasti Shang: 1450 -1050 SM
      2)      Dinasti Chou: 1050 -247 SM
      3)      Dinasti Chin: 256 - 207 SM
      4)      Dinasti Han: 206 SM - 220 M
      5)      Dinasti Sui: 580 - 618 M
      6)      Dinasi Tang: 618 - 906 M
      7)      Dinasti Mongol: 1280 - 1369 M
      8)      Dinasti Ming: 1368 - 1644 M
      9)      Dinasti Manchu: 1644 - 1911 M
      10)    Republik: 1911 - ………….
Uraian di atas merupakan periodisasi sejarah dunia. Bagaimanakah periodisasi sejarah di Indonesia?
Periodisasi digunakan untuk mempermudah pemahaman dan pembahasan sejarah kehidupan manusia. Periodisasi yang dibuat oleh banyak peneliti berakibat adanya perbedaan-perbedaan pandangan sehingga periodisasi sejarah bersifat subjektif yang dipengaruhi subjek permasalahan serta pribadi penelitinya.

5
Dalam sejarah Indonesia, periodisasi dibagi dua, yaitu zaman praaksara dan zaman sejarah.
a. Zaman praaksara, yaitu zaman sebelum manusia mengenal tulisan. Sejarah dapat dipelajari berdasarkan peninggalan benda-benda purbakala berupa artefak, fitur, ekofak, dan situs. Artefak adalah semua benda yang jelas memperlihatkan hasil garapan sebagian atau seluruhnya sebagai pengubahan sumber alam oleh tangan manusia. Fitur adalah artefak yang tidak dapat dipindahkan tanpa merusak tempatnya. Ekofak adalah benda dari unsur lingkungan abiotik atau biotik. Situs adalah bidang tanah yang mengandung peninggalan purbakala.
b. Zaman sejarah, yaitu zaman di mana manusia sudah mengenal tulisan. Zaman sejarah dibagi tiga sebagai berikut.
      1)   Zaman Kuno, yang membicarakan sejak kerajaan tertua sampai abad ke-14. Pada zaman ini, berkembang kebudayaan Indonesia yang dipengaruhi agama Hindu dan Buddha.
      2)  Zaman Indonesia Baru, mulai abad ke-15 yang membicarakan masa berkembangnya budaya Islam sampai abad ke-18.
      3)  Zaman Indonesia Modern, sejak masa pemerintahan Hindia Belanda (1800), pergerakan kemerdekaan Indonesia merdeka sampai sekarang atau masa kontemporer.
Ada beberapa unsur yang sering memengaruhi penyusunan periode-periode sejarah, salah satunya adalah unsur geografi, sebab adanya perubahan tapal batas, perubahan aliran sungai, gedung kuno direhab, bahkan adanya perubahan flora dan fauna dapat mengaburkan jejak-jejak sejarah. Konsep teoritik tentang periodisasi sejarah Indonesia pernah dibahas dalam Seminar Sejarah Nasional I tahun 1957, yang menghasilkan hal-hal sebagai berikut.
Konsep periodisasi dari Prof. Dr. Soekanto
Menurut pendapat Dr. Soekanto, periodisasi hendaknya berdasarkan ketatanegaraan artinya bersifat politik. Pembagian atas babakan masa (periodisasi) yang berdasarkan kenyataan-kenyataan sedapat mungkin harus eksak serta praktis. Menurutnya, periodisasi sejarah Indonesia diusulkan secara kronologis sebagai berikut.


6
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgjPTXWH32MpnWpl3Wan66qeS3PY3ohe_OaQP_wzQkOXTmaArOXtecxG449RyoL5d3KKeftSy9j12gfwPesWv08opFAbFSINiE6RzcTotweteVD_2Oz4tifARacN0VRWPFNj6fu9qfcHySl/s1600/Konsep+periodisasi+Prof.+Dr.+Soekanto.JPG
Periodisasi menurut Prof. Dr. Sartono Kartodirdjo
Menurut pemikiran Prof. Dr. Sartono Kartodirdjo, sebagai dasar bagi babakan masa (periodisasi) adalah derajat integrasi yang tercapai di Indonesia pada masa lampau. Menurut pemikirannya, faktor ekonomi sangat memengaruhi perkembangan sosial, politik, dan kultur di Indonesia. Faktor ekonomi memengaruhi kontak Indonesia dengan luar negeri yang mendatangkan pengaruh kebudayaan luar, baik budaya Hindu dari India, budaya Islam dari Asia Barat, serta budaya barat baik dari Eropa atau negara-negara lainnya. Maka ada kemungkinan untuk membedakan dua periode besar, yaitu pengaruh Hindu dan pengaruh Islam. Sebutan dari periode itu memakai nama kerajaan sebab sifat masyarakat pada waktu itu masih homogen dan berpusat pada raja (istana sentris). Adapun periodisasi yang diusulkan oleh Prof. Dr. Sartono adalah sebagai berikut.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhGwLrCDsAs3KfI-dkBePb5qr3B9keARMpWnyl1yt0eG6s8Xz2EuhrHA_fwfyhDBwojiNKLyhvpxjUxivHefo8x7J41eqkTHdK2dWYz4kn4d4ap-RDHK3fQmZknkyWag0MRs-n3vkN7WIiK/s1600/Periodisasi+menurut+Prof.+Dr.+Sartono+Kartodirdjo.JPG

7
Dari pemaparan tersebut terlihat bahwa munculnya banyak pandangan tentang babakan masa periodisasi, seperti yang diajukan Prof. Dr. Soekanto dan Prof. Dr. Sartono, disusun dengan:
a. memakai dasar perkembangan peradaban (civilization),
b. babakan masa didasarkan atas segi kebudayaan (culture), dan
c. babakan masa atas dasar agama yang masuk ke Indonesia.
Adapun pentingnya periodisasi dalam sejarah yaitu:
1.Memudahkan
sistematika penulisan sejarah
2.Merupakan
rangkuman dari suatu peristiwa menurut seorang sejarawan.
3.Memudahkan
pembaca dalam memahami suatu peristiwa sejarah
4. Merupakan penghubung dari fakta-fakta sejarah
B. Perkembangan Awal
            Pertama kali tulisan-tulisan sejarah di Eropa dalam bentuk puisi, seperi karya Homerus Iliad dan Odyses. Karya pertama menceritakan perang antara Yunani dengan Troya(1200 SM). Puisi kedua berisi petualangan Oddyseaus pasca jatuhnya kota Troya. Sifat penuturan sejarahnya lebih mengarah kepada legenda dan mitos. Berbeda dengan karya tersebut, tulisan-tulisan Herodotus (198-177 SM), Thucydides (456-396 SM), dan Polybus (198-177 SM) tampak lebih ilmiah. Meskipun juga mengkisahkan tentang peperangan, namun penuturannya empiris dan rasional alur cerita sejarahnya.
            Dalam karyanya, History of the Persian Wars (500-479 SM), Herodotus melihat bahwa perang itu merupakan benturan antara dua peradaban besar, yakni Yunani dan Persia. Eksplansinya menunjukkan tidak adanya campur tangan para dewa dalam gerak sejarah itu, tidak seperti penulis sebelumnya, homerus. Karena itu Herodotus lebih dikenal sebagai “Bapak Sejarah”.
            Thucydides menulis tentang The Paloponnesian War  (431-404 SM) menceritakan antara perang saudara antara polis Athena dengan Sparta di Yunani, yang dimenangkan oleh Athena. Gaya penulisannya tidak terlepas dari keberadaan dirinya sebagai jenderal dan politisi. Ceritanya
8
ibarat sebuah laporan perang oleh saksi mata. Fokusnya pada persoalan politik, diplomasi dan perang. Eksplantasinya akurat dan terhindar dari hal-hal supranatural. Dialah orang pertama yang menyadari bahwa sejarah bisa pragmatis. Karyanya menjadi standar dalam penulisan sejarah lama. Cara berpikir itu juga sama dengan Polibius yang menulis tentang perpindahan dari Yunani kepada Romawi. Menurutnya, sejarah adalah fisafat yang mengajar melalui contoh. Pragmatisme merupakan hal yang paling penting dalam sejarah.
            Penulisan sejarah Romawi awalnya masih menggunakan bahasa Yunani, dan kemudian memakai bahasa Latin. Meskipun demikian, gaya penulisan sejarah Yunani tetap mewarnai historiografi. Sebut saja Julius Caesar (100-44 SM) menulis Comentaries on Gallic Wars, yang menceritakan tentang suku Gallia. Pada buku yang lain, Civil War, Caesar menylis pembelaannya, sebagai seorang jenderal Romawi yang menaklukan Gallia.Buku ini menjadi sumber amat penting mengenai adat-istiadat Gallia.
            Gaius Sallustinus Crispus (86-34 SM) menulis beberapa monografi dan biografi, antara lain: History of Rome, Conspiracy of Catiline, dan Jugurhine War. Ia dikenal sebagai narator yang sering mengorbankan kebenaran demi retorika. Penuh fantasi dalam karyanya. Titus Livius (59 SM-17 M) menulis sejarah Romawi sebagai negara dunia yang penuh dengan semangat patriotisme. Kisah berdirinya kota Roma adalah perpaduan antara fantasi dan fakta. Bila karya Polibius dominan dengan fakta, maka karya Livitus merupakam sebuah rekonstruksi fantasi  tentang masa lalu. Dalam pandangan Livitius, peristiwa-peristiwa sejarah tidak boleh dijelaskan dengan bahasa politik dan digunakan untuk mendukung ideologi. Lebih lanjut sejarah ditegaskan memiliki tujuan moral. Pragmatisme itulah yang melandasi karya-karya Livitus. Kemudian Publius CorneliusnTacitus juga menulis Annaals, Histories, dan Germania. Eksplanasinya berada diantara Livitus yang cenderung pada retorika dan Polibius cenderung pada fakta. Dialah yang mengemukakan sebab moral keruntuhan Romawi.
C. Abad Pertengahan
 Pada zaman Kristen awal, penulisan sejarah tidak dapat dipisahkan dengan teologi. Kebudayaan Yunani yang paganism (paham tidak beragama) dan bertumpu pada rasionalisme tidak diterima dan digantikan dengan Kristiani yang sangat mengagunkan agama dan
9
supranatural. Fokus penjelasannya pada persoalan gereja dan agama. Pendeta dan raja adalah pelaku utamanya. Dalam penulisannya, The City of God, Augustine memandang bahwa dalam sejarah terdapat Tuhan dan setan. Setiap orang yang terlibat dalam sejarah suci yang akan dimenangkan oleh Tuhan. Karya sejarah zaman ini, biasa disebut sejarah providensial.
            Eusabius Pamphilus (260-340 M) menulis Chronicle dan Church History. Ia membagi kronologimya dalam dua bagian yaitu: (1) era sacred yaitu Yahudi dan Kristen dan (2) era profane yaitu pagan atau kafir. Karya yang berorientasi pada dunia supranatural terdapat dalam tulisan Paulus Orasius (380-420 M), Seven Books Against the Pagans. Tukisan murid Augustine ini merupakan pembelaan atas peradaban Kristen yang dituduh menyebabkan runtuhnya Romawi Barat (yang paganism) Karena kehendak Tuhan. Manusia dalah aktor perantara yang menghantarkan pada akhir sejarah, seperti runtuhnya paganism. Demikian pula Gregory (538-594) dalam History of The Franks. Ia cenderung menghadiran unsur-unsur keajaiban sebagai bentuk kuasa Tuhan (agama) atas bangsa Frangka.
            Karya Venerable Bede (672-735) sangat dominan dengan ihwal gaib. Karya monumentalnya tentang terbentuknya kebudayaan Anglo-Saxon berjudul The Ellessiastical History of the English, terdiri ats 5 bagian. Dalam tulisan ini seorang dapat membaca tentang si buta yang dapat  melihat kembali, badai yang berakhir, dan kota-kota yang selamat dari kehancuran lantaran rahmat Tuhan. Upayanya menulis sejarah terutama agar oarng makin percaya pada agama Kristen yang banyak mendatangkan kebahagiaan dan harapan hidup.
            Untuk memahami orientasi historiografi  itu, tidak dapat dipisahkan dari perilaku penulisnya yang selalu berkonsultasi dengan para gerejawan. Meskipun banyak menggunakan sumber, Bede sangat hati-hati dalam menceritakan hal-hal supranatural, sehingga sejarahnya terkesan objektif dan dirancang dengan sistematis. Pada derajat tertentu penjelasannya berisi kehidupan para santo dan fase-fase kerajaan Anglo-Saxon.
D. Renaissance dan Pencerahan
            Bila rasionalisme terpasung oleh gereja pada Abad Pertengahan, maka pada masa Renaissance jiwa kebudayaan Yunani-Romawi yang pagan (mengandalkan rasio) dominan
10
dalam karya sejarah. Fase sejarah ini kembali menghantar bangsa Eropa pada titik kemajuan ilmu pengetahuan. Dalam konteks itu berbeda antara kebudayaan Renaissance dengan modern. Jika kebudayaan pertama menengok kebelakang, maka kebudayaan yang terakhir menatap ke depan.
            Karya historiografi umummnya menggunakan bahasa Latin yang lahir dan berkembang dikota-kota Italia. Hal ini tidak terlepas dari kebudayaannya. Sejarawan Italia, Lorenzo Valla (1407-1457), menulis The History of Ferdinand of Aragon secara kritis. Meskipun sebagai sejarah resmi, namun karya ini secara kritis menyajikan kepalsuan Hadiah Konstantinus yang memberikan hak politik kepada Paus.
            Konra terhadap cara berpikir Abad Pertengahan juga dating dari gerakan reformasi. Matthias Vlacich Illyricus (1250-1575) menulis Magdeburg Centuries. Karya ini sangat ambisius, merupakan serangan pada institusi kepausan, dari perspektif hukum dan konstitusi. Karena itu, karyanya mendapat banyak kecaman dari gerakan Kontra-Reformasi. Pembelaan atas tampilnya raja-raja Protestan aliran Lutherisme kepanggung politik kekuasaan di Jerma Utara merupakan fokus studi John Sleidanus (1506-1556) yang berjudul Commentaries on Political and Religious Conditions in the region of the Emperor Charies V, 1517-1555.
            Protes kalangan Kontra-Reformasi ditunjukkan dalam karya sejarah. Sebut saja Cardinal Caesar Baronius (1538-1607) menulis Ellesiitical Annaals untuk menjawab kritik kelompok Reformasi. Karena sifatnya pembelaan, maka orientasi historiogarfinya, bersifat apologistis dan memihak. Acapkali ia mengalihkan isu yang penting ke isu sekunder dan tidak relevan. Meskipun cara pandang dan karya historiogarfi yang dihasilkan para ilmuwan Renaissance, Reformasi dan Kontra-Reformasi berbeda, namun pada dasarnya terdapat kesamaan tema sentral bahasannya, yakni pada sejarah agama dan sejarah politik.
Memasuki abad ke-18 dimulailah suatu zaman baru, yang memang telah berakar pada renaissance serta yang mewujudkan buah pahit dari rasionalisme dan empirisme. Abad ke – 18 disebut zaman pencerahan (Aufklarung).

11
Menurut Immanuel Kant zaman pencerahan adalah zaman manusia keluar dari keadaan tidak akil balik, yang disebabkan karena kesalahan manusia sendiri. Kesalahan itu terletak disini, bahwa manusia tidak mau mmanfaatkan akalnya. Sekarang smboyan orang adalah “Beranilah berpikir!” Voltaire menyebut zaman pencerahan adalah “zaman akal”. Sekarang orang merasa bahwa zaman pemkiran manusia telah tiada lagi. Umat manusia telah merasa bebas, merdeka dan tidak memerlukan lagi tiap kuasa yang dating dari luar dirinya, di bidang apapun. Sekarang orang dapat tanpa gangguan hidup demu kemajuan keadabannya yang tanpa batas.
Sikap pencerahan pada Agama dan wahyu pada umumnya dapat dikatakan memusuhi, mencurigai, atau bertentangan. Sikap itu diungkapkan dalam usaha orang untuk mengganti agama Kristen dengan agama alamiah murni, yang isinya dikembalikan kepada beberapa kebenaran tentang Allah dan jiwa, yang dapat dimengerti oleh akal, dan beberapa peraturan bagi perbuatan kesusilaan tanpa kewajiban untuk berbakti dan menggabungkan diri dengan suatu persekutuan gerejahi.
Sikap pencerahan terhadap ilmu pengetahuan dan filsafat adalah demikian, bahwa orang membuang jauh-jauh ajaran Descartes. Keterangannya tentang alam dipandang sebagai tidak mencukupi lagi. Orang sudah tidak disilaukan lagi dengan pandangan yang jelas dan terpilah-pilah. Cita-cita pemikiran Pencerahan dipengaruhi sekali oleh ilmu pengetahuan alam, yang telah dibawa pada sampai puncaknya oleh ISAAC NEWTON (1642 – 1727). Newtonlah yang telah memberikan alas kepada fisika klasik, yang menjajikan suatu perkembangan yang tiada batasnya. Hukum-hukum fisika itu diterapkan kedalam ilmu pengetahuan yang lain. Hal ini disebabkan karena ilmu pasti, biologi, fiolofi, sejarah, tekah mencapai hasil-hasil yang penting sekali. Harapan orang diarahkan pada filsafat. Hal ini menyebabkan filsafat tidak dapat berkembang dengan baik.
Pencerahan berasal dari Inggris. Hal ini disebabkan karena pada kira-kira menjelang akhir abad ke -17, di Inggris berkembanglah suatu tata Negara yang liberal. Oleh karena itu lambat laun pencerahan tumbuh menjadi keyakinan umum diantara para ahli pikir.
Dari Inggris gerakan ini dibawa ke Perancis, dan dari sana tersebar ke seluruh Eropa. Di Perancis gerakan ini secara sadar dan terus terang bertentangan dengan keadaan kemasyarakatan,
12
kenegaraan, dan kegerajaan pada waktu itu. Akhirnya Jerman mengikuti jejak Perancis itu. Akan tetapi disini gerakan pencerahan berjalan lebih tenang dan serasi, kurang menampakan pertentangan antara Gereja dan masyarakat.
I.         Pencerahan di Inggris
Di Inggris filsafat pencerahan dikemukakan oleh ahli pikir yang seorang lepas daripada yang lain, kecuali tentunya beberapa aliran pokok.
Dasar pengetahuan di bidang agama adalah beberapa pengertian umum yang pasti bagi semua orang dan secara langsung tampak jelas karena naluri alamiah, yang mendahului segala pengalaman dalam pemikiran akali. Ukuran kebenaran dan kepastiannya adalah persetujuan umum segala manusia karena kesamaan akalnya. Isi pengetahuan itu mengenai soal agama dan kesusilaan.
Salah satu gejala Pencerahan di Inggris ialah yang disebut Deisme, yaitu suatu aliran dalam filsafat Inggris pada abad ke-18, yang menggabungkan diri dengan gagasan Eduard Herbert yang dapat disebut pemberi alas ajaran agama alamiah.
Deisme adalah suatu aliran yang mengakui adanya yang menciptakan alam semesta ini. Akan tetapi setelah dunia diciptakan, Allah menyerahkan dunia kepada nasibnya sendiri. Sebab Ia telah memasukkan hukum-hukum dunia itu ke dalamnya. Segala sesuatu berjalan sesuai dengan hukum-hukumnya. Manusia dapat menunaikan tugasnya dalam berbakti kepada Allah dengan hidup sesuai dengan hukum-hukum akalnya.
Maksud aliran ini adalah menaklukkan wahyu Ilahi beserta dengan kesaksian-kesaksiannya, yaitu buku-buku Alkitab, kepada kritik akal serta menjabarkan agama dari pengetahuan yang alamiah, bebas dari segala ajaran Gereja. Yang dipandang sebagai satu-satunya sumber dan patokan kebenaran adalah akal.
Menurut Herbert, akal mempunyai otonomi mutlak di bidang agama. Juga agama Kristen ditaklukkan kepada akal. Atas dasar pendapat ini ia menentang segala kepercayaan yang

13
berdasarkan wahyu. Terhadap segala skeptisisme di bidang agama ia bermaksud sekuat mungkin meneguhkan kebenaran-kebenaran dasar alamiah dari agama.
Dasar pengetahuan di bidang agama adalah beberapa pengertian umum yang pasti bagi semua orang dan secara langsung tampak jelas karena naluri alamiah, yang mendahului segala pengalaman dalam pemikiran akal. Ukuran kebenaran dan kepastiannya adalah persetujuan umum segala manusia, karena kesamaan akalnya. Isi pengetahuan itu mengenai soal agama dan kesusilaan.
Tokoh – Tokoh Berpengaruh :
     1.   George Berkeley (1685 – 1753)
George Berkeley adalah seorang filsuf Irlandia yang juga menjabat sebagai uskup di Gereja Anglikan. Bersama John Locke dan David Hume, ia tergolong sebagai filsuf empiris Inggris yang terkenal. Ia dilahirkan pada tahun 1685 dan meninggal pada tahun 1753.Berkeley mengembangkan suatu pandangan tentang pengenalan visual tentang jarak dan ruang.Selain itu, ia juga mengembangkan sistem metafisik yang serupa dengan idealisme untuk melawan pandangan skeptisisme.
Inti pandangan filsafat Berkeley adalah tentang pengenalan. Menurut Berkeley, pengamatan terjadi bukan karena hubungan antara subyek yang mengamati dan obyek yang diamati. Pengamatan justru terjadi karena hubungan pengamatan antara pengamatan indra yang satu dengan dengan pengamatan indra yang lain. Misalnya, jika seseorang mengamati meja, hal itu dimungkinkan karena ada hubungan antara indra pelihat dan indra peraba.Indra penglihatan hanya mampu menunjukkan ada warna meja, sedangkan bentuk meja didapat dari indra peraba.Kedua indra tersebut juga tidak menunjukkan jarak antara meja dengan orang itu, sebab yang memungkinkan pengenalan jarak adalah indra lain dan juga pengalaman. Dengan demikian, Berkeley mengatakan bahwa pengenalan hanya mungkin terjadap sesuatu yang kongkret.
2.   David Hume (1711 – 1776)
David Hume (lahir 26 April 1711 – meninggal 25 Agustus 1776 pada umur 65 tahun) adalah filsuf Skotlandia, ekonom, dan sejarawan. Dia dimasukan sebagai salah satu figur paling
14
penting dalam filosofi barat dan Pencerahan Skotlandia. Walaupun kebanyakan ketertarikan karya Hume berpusat pada tulisan filosofi, sebagai sejarawanlah dia mendapat pengakuan dan penghormatan. Karyanya The History of England merupakan karya dasar dari sejarah Inggris untuk 60 atau 70 tahun.
Hume merupakan filusuf besar pertama dari era modern yang membuat filosofi naturalistis. Filosofi ini sebagian mengandung penolakan atas prevalensi dalam konsepsi dari pikiran manusia merupakan miniatur dari kesadaran suci; sebuah pernyataan Edward Craig yang dimasukan dalam doktrin 'Image of God'. Doktrin ini diasosiasikan dengan kepercayaan dalam kekuatan akal manusia dan penglihatan dalam realitas, dimana kekuatan yang berisi seritikasi Tuhan. Skeptisme Hume datang dari penolakannya atas ideal di dalam'.
Hume sangat dipengaruhi oleh empirisis John Locke dan George Berkeley, dan juiga bermacam penulis berbahasa Perancis seperti Pierre Bayle, dan bermacam figur dalam landasan intelektual berbahasa Inggris seperti Isaac Newton, Samuel Clarke, Francis Hutcheson, Adam Smith, dan Joseph Butler.
           II.      Pencerahan di Perancis
Pada abad ke-18 filsafat di Perancis menimba gagasannya dari Inggris. Para pelopor filsafat di Perancis sendiri (Descartes, dll) telah dilupakan dan tidak dihargai lagi. Sekarang yang menjadi guru mereka adalah John Locke dan Sir Isaac Newton.
Perbedaan antara filsafat Perancis dan Inggris pada masa tersebut  adalah:
Di Inggris para filsuf kurang berusaha untuk menjadikan hasil pemikiran mereka dikenal oleh umum, akan tetapi di Perancis keyakinan baru ini sejak semula diberikan dalam bentuk populer. Akibatnya filsafat di Perancis dapat ditangkap oleh golongan yang lebih luas , yang tidak begitu terpelajar seperti para filsuf. Hal ini menjadikan keyakinan baru itu memasuki pandaangan umum. Demikianlah di Perancis filsafat lebih eras dihubungkan dengan hidup politik, sosial dan kebudayaan pada waktu itu. Karena sifatnya yang populer itu maka filsafat di Perancis pada waktu itu tidak begitu mendalam. Agama Kristen  diserang secara keras sekali dengan memakai senjata yang diberikan oleh Deisme.
15
Sama halnya dengan di Inggris demikian juga di Perancis terdapat bermacam-macam aliran: ada golongan Ensiklopedi, yang menyusun ilmu pengetahuan dalam bentuk Ensiklopedi, dan ada golongan materialis, yang meneruskan asas mekanisme menjadi materialisme semata-mata.
Revolusi Prancis berlangsung pada abad ke 18 (1789 M). Revolusi Prancis terjadi sebagai cetusan rasa tidak puas sebagian besar masyarakat terhadap system pemerintaha yang absolute (tidak terbatas), adanya krisis ekonomi, krisis kepercayaan, dan kewibawaan pemerintah yang turun telah mendorong rakyat untuk menyerbu Penjara bastille.
Tokoh – Tokoh Berpengaruh:
      1.       Voltaire (1694 – 1778)
François-Marie Arouet (lahir 21 November 1694 – meninggal 30 Mei 1778 pada umur 83 tahun), lebih dikenal dengan nama penanya Voltaire, adalah penulis dan filsuf Perancis pada Era Pencerahan. Voltaire dikenal tulisan filsafatnya yang tajam, dukungan terhadap hak-hak manusia, dan kebebasan sipil, termasuk kebebasan beragama dan hak mendapatkan pengadilan yang patut (Inggris: fair trial).
Pada tahun 1726 ia mengungsi ke Inggris. Di situ ia berkenalan dengan teori-teori Locke dan Newton. Apa yang telah diterimanya dari kedua tokoh ini ialah: a) sampai di mana jangkauan akal manusia, dan b) di mana letak batas-batas akal manusia. Berdasarkan kedua hal itu ia membicarakan soal-soal agama alamiah dan etika. Maksud tujuannya tidak lain ialah mengusahakan agar hidup kemasyarakatan zamannya itu sesuai dengan tuntutan akal.
Mengenai jiwa dikatakan, bahwa kita tidak mempunyai gagasan tentang jiwa (pengaruh Locke).Yang kita amati hanyalah gejala-gejala psikis. Pengetahuan kita tidak sampai kepada adanya suatu substansi jiwa yang berdiri sendiri. Oleh karena agama dipandang sebagai terbatas kepada beberapa perintah kesusilaan, maka ia menentang segala dogma, dan menentang agama.
Ia adalah pendukung vokal terhadap reformasi sosial walaupun Perancis saat itu menerapkan aturan sensor ketat dan ancaman hukuman yang keras bagi pelanggarnya. Ia sering
16
menggunakan karyanya untuk mengkritik dogma gereja dan institusi Perancis pada saat itu. Voltaire dianggap sebagai salah satu tokoh yang paling berpengaruh pada zamannya.
 2.       Jean Jacques Rousseau (1712 – 1778)
Jean Jacques Rousseau (lahir di Jenewa, Swiss, 28 Juni 1712 – meninggal di Ermenonville, Oise, Perancis, 2 Juli 1778 pada umur 66 tahun) adalah seorang filsuf dan komposer Perancis Era Pencerahan dimana ide-ide politiknya dipengaruhi oleh Revolusi Perancis, perkembangan teori-teori liberal dan sosialis, dan tumbuh berkembangnya nasionalisme. Seorang tokoh filosofi besar, penulis dan komposer pada abad pencerahan. Pemikiran filosofinya memengaruhi revolusi Prancis, perkembangan politika modern dan dasar pemikiran edukasi.
Sebenarnya ia menentang Pencerahan, yang menurut dia, menyebarkan kesenian dan ilmu pengetahuan yang umum, tanpa disertai penilaian yang baik, dengan terlalu percaya kepada pembaharuan umat manusia melalui pengetahuan dan keadaban. Sebenarnya Rousseau adalah seorang filsuf yang bukan menekankan kepada akal, melainkan kepada perasaan dan subjektivitas. Akan tetapi di dalam menghambakan diri kepada perasaan itu akalnya yang tajam dipergunakan.
Mengenai agama Rousseau berpendapat, bahwa agama adalah urusan pribadi. Agama tidak boleh mengasingkan orang dari hidup bermasyara­kat. Kesalahan agama Kristen ialah bahwa agama ini mematahkan kesatu­an masyarakat. Akan tetapi agama memang diperlukan oleh masyarakat. Akibat keadaan ini ialah, bahwa masyarakat membebankan kebenaran­-kebenaran keagamaan, yang pengakuannva secara lahir perlu bagi hidup kemasyarakatan, kepada para anggotanya sebagai suatu undang-undang, yaitu tentang adanya Allah serta penyelenggaraannya terhadap dunia, tentang penghukuman di akhirat, dsb. Pengakuan secara lahiriah terhadap agama memang perlu bagi masyarakat, tetapi pengakuan batiniah tidak boleh dituntut oleh negara.
Pandangan Rousseau mengenai pendidikan berhubungan erat dengan ajarannya tentang negara dan masyarakat. Menurut dia, pendidikan bertugas untuk membebaskan anak dari

17
pengaruh kebudayaan dan untuk memberi kesempatan kepada anak mengembangkan kebaikannya sendiri yang alamiah.
 III.       Pencerahan di Jerman
Pada umumnya Pencerahan di Jerman tidak begitu bermusuhan  sikap­nya terhadap agama Kristen seperti yang terjadi di Perancis. Memang orang juga berusaha menyerang dasar-dasar iman kepercayaan yang berdasarkan wahyu, serta menggantinya dengan agama yang berdasarkan perasaan yang bersifat pantheistic, akan tetapi semuanya itu berjalan tanpa “perang’ terbuka.
Yang menjadi pusat perhatian di Jerman adalah etika. Orang bercita­cita untuk mengubah ajaran kesusilaan yang berdasarkan wahyu menjadi suatu kesusilaan yang berdasarkan kebaikan umum, yang dengan jelas menampakkan perhatian kepada perasaan. Sejak semula pemikiran filsafat dipengaruhi oleh gerakan rohani di Inggris dan di Perancis. Hal itu mengakibatkan bahwa filsafat Jerman tidak berdiri sendiri.
Tokoh – Tokoh Berpengaruh:
     1.   Christian Wolff (1679 – 1754)
Christian Wolff adalah seorang filsuf Jerman yang berpengaruh besar dalam gerakan rasionalisme sekular di Jerman pada awal abad ke-18. Meskipun Wolff berasal dari keluarga Lutheran, namun pendidikannya di sekolah Katolik. Studinya di Leipzig membuat Wolff berkenalan dengan pemikiran Leibniz dan sempat berkirim surat dengan filsuf tersebut.Pada tahun 1706, Wolff mengajar matematika di Halle dan pada tahun 1709, ia mulai mengajar filsafat. Ia meninggal pada tahun 1754.
Pemikiran Wolff pada dasarnya merupakan pengembangan dari filsafat Leibniz dengan menerapkannya terhadap segala bidang ilmu pengetahuan. Ia mengupayakan supaya filsafat menjadi ilmu pengetahuan yang pasti. Untuk itu, filsafat harus disertai dengan pengertian-pengertian yang jelas dan bukti-bukti yang kuat. Suatu sistem filsafat haruslah berisi gagasan-gagasan yang jelas dan penguraian yang baik Wolff berjasa dalam membuat filsafat menarik perhatian masyarakat umum.
18
la mengusahakan agar filsafat menjadi suatu ilmu pengetahuan yang pasti dan berguna, dengan mengusahakan adanya pengertian-pengertian yang jelas dengan bukti-bukti yang kuat. Penting sekali baginya adalah susunan sistim filsafat yang bersifat didaktis, gagasan-gagasan yang jelas dan penguraian yang tegas. Dialah yang menciptakan pengistilahan filsafat dalam bahasa Jerman dan menjadikan bahasa itu menjadi serasi bagi pemikiran ilmiah. Karena pekerjaannya itu filsafat menarik perhatian umum.
Pada dasarnya filsafatnya adalah suatu usaha mensistimatisir pemikiran Leibniz dan menerapkan pemikiran itu pada segala bidang ilmu pengetahuan. Dalam bagian-bagian yang kecil memang terdapat penyimpangan-penyimpangan dari Leibniz.
2.   Immanuel Kant (1724 – 1804)
Immanuel Kant (lahir di Königsberg, 22 April 1724 – meninggal di Königsberg, 12 Februari 1804 pada umur 79 tahun) adalah seorang filsuf Jerman. Karya Kant yang terpenting adalah Kritik der Reinen Vernunft, 1781. Dalam bukunya ini ia “membatasi pengetahuan manusia”. Atau dengan kata lain “apa yang bisa diketahui manusia.” Ia menyatakan ini dengan memberikan tiga pertanyaan:
  • Apakah yang bisa kuketahui?
  • Apakah yang harus kulakukan?
  • Apakah yang bisa kuharapkan?
Pertanyaan ini dijawab sebagai berikut:
  • Apa-apa yang bisa diketahui manusia hanyalah yang dipersepsi dengan panca indra. Lain daripada itu merupakan “ilusi” saja, hanyalah ide.
  • Semua yang harus dilakukan manusia harus bisa diangkat menjadi sebuah peraturan umum. Hal ini disebut dengan istilah “imperatif kategoris”. Contoh: orang sebaiknya jangan mencuri, sebab apabila hal ini diangkat menjadi peraturan umum, maka apabila semua orang mencuri, masyarakat tidak akan jalan.
19
  • Yang bisa diharapkan manusia ditentukan oleh akal budinya. Inilah yang memutuskan pengharapan manusia.
Ketiga pertanyaan di atas ini bisa digabung dan ditambahkan menjadi pertanyaan keempat: “Apakah itu manusia?”
Tujuan utama dari filsafat kritis Kant adalah untuk menunjukkan, bahwa manusia bisa memahami realitas alam (natural) dan moral dengan menggunakan akal budinya. Pengetahuan tentang alam dan moralitas itu berpijak pada hukum-hukum yang bersifat apriori, yakni hukum-hukum yang sudah ada sebelum pengalaman inderawi. Pengetahuan teoritis tentang alam berasal dari hukum-hukum apriori yang digabungkan dengan hukum-hukum alam obyektif. Sementara pengetahuan moral diperoleh dari hukum moral yang sudah tertanam di dalam hati nurani manusia. Kant menentang empirisme dan rasionalisme. Empirisme adalah paham yang berpendapat, bahwa sumber utama pengetahuan manusia adalah pengalaman inderawi, dan bukan akal budi semata. Sementara rasionalisme berpendapat bahwa sumber utama pengetahuan adalah akal budi yang bersifat apriori, dan bukan pengalaman inderawi. Bagi Kant kedua pandangan tersebut Kant juga berpendapat bahwa moralitas memiliki dasar pengetahuan yang berbeda dengan ilmu pengetahuan (science).
Immanuel Kant berpikir lain. Pada Kant metafisika dipahami sebagai suatu ilmu tentang batas-batas rasionalitas manusia. Metafisika tidak lagi hendak menyibak dan mengupas prinsip mendasar segala yang ada tetapi metafisika hendak pertama-tama menyelidiki manusia (human faculties) sebagai subjek pengetahuan. Disiplin metafisika selama ini yang mengandaikan adanya korespondensi pikiran dan realitas hingga menafikkan keterbatasan realitas manusia pada akhirnya direvolusi total oleh Kant. Dalam diri manusia, menurut Kant, ada fakultas yang berperan dalam menghasilkan pengetahuan yaitu sensibilitas yang berperan dalam menerima berbagai kesan inderawai yang tertata dalam ruang dan waktu dan understanding yang memiliki kategori-kategori yang mengatur dan menyatukan kesan-kesan inderawi menjadi pengetahuan.


20
E. Zaman Penemuan “Daerah Baru”
            Zaman penemuan daerah-daerah baru (abad ke-15, 16, dan 17) mempunyai pengaruh penting dalam perkembangan historiografi Eropa. Tema utama penulisannya pada sejarah sosial masyarakat daerah-daerah baru. Karya Marco Polo (1254-1324), Travels, telah membangkitkan minat kearah itu. Cristopher Colombus (1485-1547) yang menemukan Amerika pada 1492 banyak melaporkan temuan-temuannya. Demikian pula Hernando Cortes (1485-1547) sebagai saksi mata penaklukan Meksiko juga melaporkan tetang apa yang terjadi dan ada di sana. Karya ini lebih pada upaya pembelaan atas petualangannya.
            Pada zaman Rasionalisme (abad ke-17) dan Pencerahan, sejarawan Rene Descartes (1596-1650) dari Perancis, Francis Bacon (1561-1626) dari Inggris, dan Baruch Spinoza (1632-1677) dari Belanda, banyak mempengaruhi perkembangan historiografi di Eropa abad ke-18. Topik utamanya adalah perdaban. Terdapat tiga aliran utama yang berkembang pada saat itu. Pertama, aliran radikal yang dipelopori oleh Francois Arouet atau Voltaire (1697-1778), yang melihat sejarah dan institusi sosial semata-mata dari sudut intelektual dasn kaum borjuasi. Kedua, aliran moderat dan konservatif yang dipelopori Baron de Montesquieu (1689-1755), selalu menghubungkan sejarah dan institusi sosial dangan masyarakatnya. Ketiga, aliran sentimental dipelopori oleh Jean Jacques Rosseau (1712-1778) yang emosional, idealistis, dan ingin membebaskan masa dari despotism (paham kesewenang-wenangan).
            Sekadar sebagai contoh, di sini akan dikemukakan bagaimana sejarah Amerika ditulis oleh orang-orang Inggris pada abad ke-17 M., mengenai daerah yang disebut New England. Tulisan pertama adalah Gubernur William Bradford (1590-1657), History of Plymouth Plantitation dan John Winthrop (1588-1657 M). History of New England. Buku ini berbicara soal gereja, juga bercerita tentang pendidikan, seperti Harvard Collegr, dan perang-perang dengan Indian.
F. Zaman Modern: Menuju Sejarah Kritis
            Pada abad ke-19, perkembangan ilmu sejarah ditandai dengan cirri-ciri: (1) penghargaan kembali pada Zaman Pertengahan, (2) munculnya filsafat sejarah, (3) munculnya teori “orang
21
besar”, (4) timbulnya nasionalisme, dan (5) munculnya liberalism. Dalam abad ini, terdapat sebuah revolusi paradigmatic dalam sejarah yang dipelopori oleh Leopold von Ranke (1795-1886) dengan slogannya wie es eigentich gewesen (apa yang nyata-nyata terjadi). Menurutnya, sejarah harus ditulis seperti apa yang terjadi dan karya sejarah itu selalu dipengaruhi oleh semangat zamannya (zeitgeist). Pemikirannya itu dituangkan dalam karyanya, A Critique of Modern Historical Writers. Aliran sejarah kritis ini sesungguhnya dikembangkan sebelumnya, antara lain oleh Jean Bodin (1530-1596) dalam Method for Easily Understanding History dan Berthold Gerg Nibhr (1776-1831) yang menulis Roman History.
            Meskipun pengaruh Ranke sangat kuat mendominasi perkembangan ilmu sejarah, namun gagasannya tidak sepenuhnya diterima oleh para sejarawan. Menurut Crarl Becker (1873-1945), pemujaan terhadap fakta dan pembedaan antara hard fact (fakta keras) dan soft fact (fakta lunak) hanyalah ilusi. Fakta bukanlah batu bata yang begitu mudah tinggal dipasang. Menurutnya fakta sengaja dipilih oleh sejarawan. Itulah sebabnya karya sejarah selalu subjektifitas. James Harvey Robinson (1863-1936) dalam karyanya, The New History, mengatakan bahwa sejarah kritis hanya dapat menagkap permukaan, tetapi tidak dibawah realitas. Perilaku manusia sebenarnya tidak dipahami.
            Dua sejarawan tersebut memelopori New History di Amerika Serikat. Perkembangan ilmu sejarah dalam kaitan itu tidak dapat dipisahkan dari ilmu-ilmu social. Pendekatan interdisipliner diterapkan dalam studi sejarah. Upaya saling mendekati(rapproachment) digiatkan. Sejarah tidak lagi tabu atau membatasi diri pada penggunaan konsep ilmu lain terutama ilmu social jika itu relevan, selama penggunaanya untuk kepentingan analisis sehingga menghasilkan ekspalansi dan interpretasi sejarah kritis.
            Kuantifiaksi memainkan perang penting dalam sejarah di Amerika Serikat, baik dalam tulisan mengenai hasil-hasil pemilu, pola pemungutan suara di kongres, mauopun usaha untuk menghitung pemogokan serta bentuk-bentuk protes lainnya. Metode yang sama juga diterapkan pada sejarah agama di Perancis yang memakai statistic pengakuan dosa dan frekuensi jamaat dalam setahaun sebagai bahan analisis.
            22
Ketika ide-ide Sugmand Freud mulllali gandrung di Amerika Serikat, para ahli sejarah dan psikoanalisis mulai mencoba menyimak motif dan dorongan personal para pemimpin agama yang merangkap sebagai pemimpin politik, seperti Martin Luther, Woodrow Wilson, Vladimri Lenin dan Mahatma Gandhi. Presiden Asosiasi sejarawan Amerika, Lenger, dalam tulisannya The Next Assigment yang dimuat pada Amerikan Historical Review, menghimbau para koleganya menyambut psikohistori sebagai cabang baru ilmu sejarah. Namun ajakan itu tidak banyak direspon oleh para sejarawan. Apa yang dilakukan oleh sebagian besar dari mereka pada 1970-an, seperi rekan sejawatnya disiplin-disiplin terkait lainnya, sampai pada titik tertentu jutru merupakan reaksi terhadap kecenderungan diatas yang tedrjadi pada 1986. Mereka menolak determinisme (baik ekonomi maupun geografis), sebagaimana mereka menolak metode-metode kuantitatif dan klaim ilmiah dari ilmu social.
            Peneolakan terhadap karya generasi-generasi sebelumnya biasanya dibarengi pendekatan-pendekatan baru dalam studi sejarah. Menurut Peter Burke terdapat empat pendekatan baru dalam ilmu sejarah, yaitu: history from below, microstoria, Alltagsgeschichte,dan history de I’immaginaire.
            History from below (sejarah dari bawa) merupakan peristilahan tyang agak kabur, meskipun makna dasarnya sangat penting. Sejarah dalam hal ini tidak hanya menyoroti tokoh-tokoh besar, namun juga orang-orang kebanyakan. Penulisannya tidak boleh terlalu diwarnai oleh wawasan tokoh atau orang besar, melainkan juga harus bertolak dari sudut pandang orang-orang kecil kebanyakan. Langkah ini merupakan perubahan paling penting dalam ilmu sejarah sepanjang abad ke-20. Pergeseran ini mendorong bangkitnya studi sejarah lisan. Dalam atmosfir ini, terbuka luas ruang orang-orang kecil kebanyakan dalam sejarah. Mereka lebih elegan mengutarakan pengalamannya tentang proses sejarah dengan bahasa mereka sendiri. Tetapi, praktek sejarah ini pada terlalu disederhanakan. Hal itu disebabkan semakin menajamnya orientasi sejarah antara berbagai kelompok yang didominasi kelas pekerja, para petani, dan rakyat terjajah.
            Microstoria (sejarah mikro) merupakan usaha mempelajari masa lalu pada level komunitas kecil, baik itu berupa sebuah desa, jalan, keluarga, dan bahkan individu, yang juga
23
mengusahakan peninjauan terhadap ‘wajah-wajah dalam kemurungan’ yang memungkinkan pengalaman kongkret kembali memasuki sejarah social.
Alltagsgeschichte (sejarah keseharian) merupakan pendekatan yang berkembang atau paling tidak didefinisikan di Jerman. Pendekatan ini menarik gratis tradisi filsafat dan sosiologis yang antara lain terlihat pada karya Alfred Schutz (1899-1959) dan Erving Goffman (1922-82), Hendri Lefebvre dan Michel de Certeau (1925-86). Seperti halnya sejarah mikro yang tumpang tindih, sejarah keseeharian penting karena bias menembus pengalaman manusia dan membawanya kesejarah social, yang dipandang semakin abstrak dan tanpa wajah. Pendekatan ini dikritik lantaran perhatiannya pada apa yang disebut para pengkritiknya sebagai hal-hal remeh, serta mengabaikan politik. Tapi pendekatan ini juga punya pembela seperti halnya sejarah mikro, yang menegaskan bahwa hal-hal yang tampak remeh pun acapkali menjadi kunci untuk memahami perubahan-perubhan penting dan berskala besar.
Historie de I’immaginaire (sejarah mentalitas) adalah sejarah kebiasaan berfikir atau asumsi-asumsi yang tak terucapkan, dan sering tertutup oleh gagasan-gagasan verbal yang dirumuskan secara sadar oleh para filsuf dan ahli teori. Pendekatan ini berawal di Perancis pada 1920-an dan 1930-an. Para sejarawan ini lebih berminat pada representasi-representasi (visual atau mental) dari suatu peristiwa, dan juga apa yang disebut Sejaraean Perancis pengikut Jaques Lacan dan Michel Foucault sebagai unsure imaginary. Pergeseran memunculkan apa yang sering disebut sebagai titik berat baru terhadap pembentukan, penyusunan, dan ‘produksi sosial’, bukan hanya dalam bentuk-bentuk budaya (sepeti penemuan-penemuan tradisi) melainkan juga sosok Negara dan masyarakat, yang acapkali dipandang bukan struktur objektif atau baku, melainkan sebagai komunitas-komunitas yang dibayangkan.
            Empat pendekatan tersebut memiliki kaitan tertentu dengan antoropologi sosial, karena para antoropolog sejak lama memang berminat mempelajari sesuatu berdasarkan pendekatan emik dan bekerja dalam komunitas-komunitas kecil guna mengadakan observasi atas kehidupan sehari-hari, serta menyelidiki pola piker dan system nilai yang hidup dalam masyarakat. Sejumlah sejarawan ternyata melakukan hal serupa. Mereka banyak memakai konsepsi antropolgi terkemuka, seperti E. Evans-Pritchard, Victor Turner, atau Clifford Geertz.
            24
Tanpa mengabaikan arti penting empat pendekatan tersebut, ternyata belum cukup mengunnkapkan semua perubshsn yang telah terjadi dalammilmu sejarah, bahkan belum sanggup melepaskan diri sepenuhnya dai pengaruh pendekatan-pendekatan tradisional yang hendak dirubahnya. Fernand Braudel mencoba melihat dunia sebagai satu kesatuan yang utuh. Demikian pula Immanuel Wallerstein mengembangkan konsep baru system
Munculnya pendekatan-pendekatan ini menguatkan kembali pada dua unsur dalam sejarah, yakni; (1) membangkitkan kembali politik dan (2) kebangkitan kembali narasi. Sejak lama sejumlah besar sejarawan menghendaki dimasukkannya kembali tinjauan politik dalam studi sejarah yang didukung oleh atmosfer keilmuan pada 1980-an dan 1990-an. Sejarah politik berkembang bahkan meluas pada hal-hal baru, termasuk apa yang oleh Michel Foucault disebut mikro politik.Strategi dan taktik politik yang dibahas bukan hanya yang berskala besar, tetapi juga dalam komunitas lebuh kecil seperti desa-desa (termasuk pula mengenai mentalitas dan ritual).
Paparan naratif bentuk baru (bervariasi) dimunculkan karena ada sejumlah sejarawan yang menyadari perlunya penggunaan retorika, eksperimen literer, dan kombinasi antara fakta dan fiksi untuk memperbesar daya tarik, layaknya novelis mutakhir. Salah satu bentuknya ialah narasi mengenai peristiwa berskala kecil, dengan memakai sebuah teknik pemaparan yang lazimnya dipakai ahli sejarah mikro, dan berlawanan dengan Naratif Besar yang menekankan peristiwa-peristiwa kunci dan tanggal-tanggal baru.
Bentuk lain kemunculan narasi adalah berkembangnya paparan sejarah yang diceritakan dari sudut pandang majemuk guna mengakomodasi berbagai persepsi mengenai peristiwa itu dari kalangan bawah maupun atas, dari pihak-pihak yang bertempur pada suatu perang saudara, atau mereka yang hanya merasakan dampak negatifnya. Sejalan dengan tumbuhnya minat untuk mempelajari berbagai kebudayaan, bentuk-bentuk narasi dialogis tampak akan semakin dominan digunakan.


25
PENUTUP
     A.   Kesimpulan
Dari makalah diatas dapat kita simpulkan bahwa pembabakan waktu/periodisasi sejarah adalah satu proses strukturisasi waktu dalam sejarah dengan  pembagian atas beberapa babak, zaman atau periode. Babakan waktu ini mempunyai tujuan dan memiliki beberapa kriteria antara lain: berdasarkan waktu kronologisnya, berdasarkan pergantian generasi, berdasarkan dinasti, berdasarkan perjuangan, berdasarkan evolusionisme, berdasarkan proses integrasi. Pembabakan waktu ini sangat penting dalam ilmu sejarah karena tanpa adanya periodisasi kita sebagai mahasiswa atau generasi muda tidak tahu kronologis sejarah, dari suatu kurun waktu ke kurun waktu yang lain.
B. Saran
Makalah ini tentu memiliki suatu kekurangan. Oleh karena itu diharapkan  kepada pembaca untuk memberikan suatu kritik dan saran agar makalah selanjutnya yang kami buat  bisa lebih baiklagi.








26
DAFTAR PUSTAKA
kurnia, dian. " Source: http://dian-kurnia.blogspot.com/2010/05/aufklarung-masa-pencerahan-eropa.html." Masa Pencerahan Eropa. N.p., 23 05 2010. Web. 26 Mar 2011.

wikipedia, . "http://id.wikipedia.org/wiki/George_Berkeley." george berkeley. wikipedia, n.d. Web. 26 Mar 2011. .

wikipedia, . " http://id.wikipedia.org/wiki/Voltaire." wikipedia - David hume. N.p., n.d. Web. 26 Mar 2011. < http://id.wikipedia.org/wiki/Voltaire>.

"http://id.wikipedia.org/wiki/Jean-Jacques_Rousseau." Jean Jacques Rousseau. N.p., n.d. Web. 26 Mar 2011. .

wikipedia, . "http://id.wikipedia.org/wiki/Christian_Wolff." wikipedia- christian wolff. N.p., n.d. Web. 26 Mar 2011. .

wikipedia, . " http://id.wikipedia.org/wiki/Immanuel_Kant." wikipedia-immanuel kant. N.p., n.d. Web. 26 Mar 2011. < http://id.wikipedia.org/wiki/Immanuel_Kant>.

macheda, . "http://macheda.blog.uns.ac.id/2009/11/14/pemikiran-immanuel-kant/." pemikiran immanuel kant. N.p., 14 11 2009. Web. 26 Mar 2011. .


Tidak ada komentar:

Posting Komentar