1
PEMBAHASAN
A.Kepentingan dan Kegunaan
Pembabakan Sejarah
Klasifikasi
dalam ilmu sejarah menghasilkan pembagian zaman, periode, babakan waktu atau
masa. Kurun adalah satu kesatuan waktu yang isi, bentuk dan waktunya tertentu.
Dalam periodisasi
diadakan serialisasi rangkaian babakan menurut urutan zaman. Sejarah
dibagi-bagi menjadi zaman-zaman dengan ciri-cirinya masing-masing. Periodisasi
sangat penting dalam historiografi karena merupakan batang tubuh cerita
sejarah. Periodisasi mengungkapkan ikhtisar sejarah dan di dalamnya harus dapat
dikenali jiwa atau semangat setiap zaman, masing-masing pola dan struktur
urutan kejadian, atau peristiwa-peristiwa. Periodisasi dapat disusun
berdasarkan perkembangan politik, perekonomian, kesenian, agama dan sebagainya.
Setiap penulis sejarah bebas menentukan/memilih periodisasi, yang mencerminkan
keyakinannya, pendiriannya, dan visi sejarahnya.
Periodisasi
atau pembabakan waktu adalah salah satu proses strukturisasi waktu dalam
sejarah dengan pembagian atas beberapa babak, zaman atau periode.
Peristiwa-peristiwa masa lampau yang begitu banyak dibagi-bagi dan
dikelompokkan menurut sifat, unit, atau bentuk sehingga membentuk satu kesatuan
waktu tertentu. Periodisasi atau pembagian babakan waktu merupakan inti cerita
sejarah.
Tujuan dari
periodisasi sejarah yaitu dapat mengetahui pembabakan waktu sejarah akan sangat bermanfaat
bukan saja bagi penulis sejarah akan tetapi juga bagi para pembaca/penggemar
cerita sejarah apalagi bagi para siswa yang belajar ilmu sejarah. Cerita
sejarah yang ditulis para sejarawan dengan menempatkan skenario peristiwa
sejarah dalam setting babakan waktu, akan sangat memudahkan serta menarik para
pembaca atau siswa untuk mengetahui peristiwa sejarah secara kronologis.
Adapun tujuan dari pembabakan waktu
adalah sebagai berikut:
1)
Melakukan penyederhanaan
2
Gerak pikiran dalam usaha mengerti
ialah melakukan penyederhanaan. Begitu banyaknya peristiwa-peristiwa sejarah
yang beraneka ragam disusun menjadi sederhana, sehingga mendapatkan ikhtisar
yang mudah dimengerti.
2) Memudahkan klasifikasi dalam ilmu
sejarah
Klasifikasi dalam ilmu alam
meletakkan dasar pembagian jenis, golongan suku, bangsa, dan seterusnya.
Klasifikasi dalam ilmu sejarah meletakkan dasar babakan waktu. Masa lalu yang
tidak terbatas peristiwa dan waktunya dipastikan isi, bentuk, dan waktunya
menjadi bagian-bagian babakan waktu.
3) Mengetahui peristiwa sejarah
secara kronologis
Menguraikan peristiwa sejarah secara
kronologis akan memudahkan pemecahan suatu masalah. Ahli kronologi menerangkan
pelbagai tarikh, atau sistem pemenggalan yang telah dipakai dipelbagai tempat
dan waktu, memungkinkan kita untuk menerjemahkan pemenggalan dari satu tarikh
ke tarikh yang lain.
4) Memudahkan pengertian
Gambaran peristiwa-peristiwa masa
lampau yang sedemikian banyak itu dikelompok-kelompokkan, disederhanakan, dan
diikhtisarkan menjadi satu tatanan (orde), sehingga memudahkan pengertian.
5) Untuk memenuhi persyaratan
sistematika ilmu pengetahuan
Semua peristiwa masa lampau itu
setelah dikelompokkan antara motivasi dan pengaruh peristiwa itu kemudian
disusun secara sistematis.
Jadi,
tujuan diadakannya periodisasi ialah untuk mengadakan tinjauan menyeluruh
terhadap peristiwa-peristiwa dan saling hubungannya dengan berbagai aspeknya.
Menurut Ismaun, periodisasi yang paling mudah adalah pembabakan yang disusun
menurut urutan abad. Tetapi periodisasi yang demikian tidak mengungkapkan corak
yang khas zaman-zaman yang
3
ditinjau. Dasuki dalam Ismaun
menyatakan misalnya, dalam sejarah Eropa Barat, ada zaman-zaman dengan
nama-nama abad yang mempunyai watak-watak tertentu, seperti abad ke 18 dan abad
ke-19. Sedangkan Cellarius membagi sejarah Barat atas tiga periode yaitu zaman
kuno, zaman pengetahuan, dan zaman modern.
Semua kejadian atau peristiwa selama
100 tahun dikumpulkan menjadi satu himpunan cerita, maka tampaklah
cerita-cerita sejarah tersusun menurut abad. Inti deretan itu adalah tahun 0
(teoritis) yang membagi dua deretan tersebut, seperti dalam contoh berikut.
Ada juga periodisasi berdasarkan
zaman (Sejarah Eropa):
I. Zaman Kuno (476 AD)
II. Zaman Pertengahan (476 - 1453 AD)
III. Zaman Baru : (1453 – 1789)
IV. Zaman Terbaru : (1789 - ...)
Selanjutnya ada perbaikan sehingga
muncul periodisasi sebagai berikut.
1) Pre-history (Pra Sejarah)
2) Proto History (Mula Sejarah)
3) Ancient History (Sejarah Kuno)
4) Middle Age (Zaman Pertengahan)
5) The Early Modern Period (Permulaan
Zaman Modern)
6) The Nineteenth (Abad ke-19)
7) Two World War and The Inter World
Period (Dua Perang dan Masa antara dua Perang Dunia)
8) The Post
War Period (Masa Sesudah Perang)
4
Menurut
Ismaun, periodisasi juga dapat dibuat menurut urutan pergantian dinasti-dinasti.
Sejarah, misalnya Mesir Kuno dan Cina, adalah contoh periodisasi yang demikian
lazim digunakan dan mudah dilaksanakan. Sejarah bangsa-bangsa Asia pada umumnya
dilukiskan menurut babakan waktu dinasti, karena kedudukan raja dianggap sangat
penting dalam masyarakat. Periodisasi menurut urutan pergantian dinasti-dinasti
akan bermakna jika diterapkan dalam sejarah monarki-monarki absolut. Tetapi
periodisasi tersebut tidak akan bermakna dalam pembahasan sejarah mengenai
monarki-monarki konstitusional dengan pemerintahan parlemener, lebih lagi dalam
sejarah republik-republik berdasarkan demokrasi. Salah satu contoh periodisasi
menggunakan urutan dinasti adalah yang terjadi di Cina.
Contoh Periodisasi Sejarah Cina:
1) Dinasti Shang: 1450 -1050 SM
2) Dinasti Chou: 1050 -247 SM
3) Dinasti Chin: 256 - 207 SM
4) Dinasti Han: 206 SM - 220 M
5) Dinasti Sui: 580 - 618 M
6) Dinasi Tang: 618 - 906 M
7) Dinasti Mongol: 1280 - 1369 M
8) Dinasti Ming: 1368 - 1644 M
9) Dinasti Manchu: 1644 - 1911 M
10) Republik: 1911 - ………….
Uraian di atas merupakan periodisasi
sejarah dunia. Bagaimanakah periodisasi sejarah di Indonesia?
Periodisasi
digunakan untuk mempermudah pemahaman dan pembahasan sejarah kehidupan manusia.
Periodisasi yang dibuat oleh banyak peneliti berakibat adanya
perbedaan-perbedaan pandangan sehingga periodisasi sejarah bersifat subjektif
yang dipengaruhi subjek permasalahan serta pribadi penelitinya.
5
Dalam sejarah Indonesia, periodisasi
dibagi dua, yaitu zaman praaksara dan zaman sejarah.
a. Zaman praaksara, yaitu
zaman sebelum manusia mengenal tulisan. Sejarah dapat dipelajari berdasarkan
peninggalan benda-benda purbakala berupa artefak, fitur, ekofak, dan situs. Artefak
adalah semua benda yang jelas memperlihatkan hasil garapan sebagian atau
seluruhnya sebagai pengubahan sumber alam oleh tangan manusia. Fitur adalah
artefak yang tidak dapat dipindahkan tanpa merusak tempatnya. Ekofak adalah
benda dari unsur lingkungan abiotik atau biotik. Situs adalah bidang
tanah yang mengandung peninggalan purbakala.
b. Zaman sejarah, yaitu zaman
di mana manusia sudah mengenal tulisan. Zaman sejarah dibagi tiga sebagai
berikut.
1) Zaman Kuno, yang membicarakan sejak kerajaan tertua
sampai abad ke-14. Pada zaman ini, berkembang kebudayaan Indonesia yang
dipengaruhi agama Hindu dan Buddha.
2) Zaman Indonesia Baru, mulai abad ke-15 yang membicarakan
masa berkembangnya budaya Islam sampai abad ke-18.
3) Zaman Indonesia Modern, sejak masa pemerintahan Hindia
Belanda (1800), pergerakan kemerdekaan Indonesia merdeka sampai sekarang atau
masa kontemporer.
Ada
beberapa unsur yang sering memengaruhi penyusunan periode-periode sejarah,
salah satunya adalah unsur geografi, sebab adanya perubahan tapal batas,
perubahan aliran sungai, gedung kuno direhab, bahkan adanya perubahan flora dan
fauna dapat mengaburkan jejak-jejak sejarah. Konsep teoritik tentang
periodisasi sejarah Indonesia pernah dibahas dalam Seminar Sejarah Nasional I
tahun 1957, yang menghasilkan hal-hal sebagai berikut.
Konsep periodisasi
dari Prof. Dr. Soekanto
Menurut
pendapat Dr. Soekanto, periodisasi hendaknya berdasarkan ketatanegaraan artinya
bersifat politik. Pembagian atas babakan masa (periodisasi) yang berdasarkan
kenyataan-kenyataan sedapat mungkin harus eksak serta praktis. Menurutnya, periodisasi
sejarah Indonesia diusulkan secara kronologis sebagai berikut.
6
Periodisasi menurut
Prof. Dr. Sartono Kartodirdjo
Menurut
pemikiran Prof. Dr. Sartono Kartodirdjo, sebagai dasar bagi babakan masa
(periodisasi) adalah derajat integrasi yang tercapai di Indonesia pada masa
lampau. Menurut pemikirannya, faktor ekonomi sangat memengaruhi perkembangan
sosial, politik, dan kultur di Indonesia. Faktor ekonomi memengaruhi kontak
Indonesia dengan luar negeri yang mendatangkan pengaruh kebudayaan luar, baik
budaya Hindu dari India, budaya Islam dari Asia Barat, serta budaya barat baik
dari Eropa atau negara-negara lainnya. Maka ada kemungkinan untuk membedakan
dua periode besar, yaitu pengaruh Hindu dan pengaruh Islam. Sebutan dari
periode itu memakai nama kerajaan sebab sifat masyarakat pada waktu itu masih
homogen dan berpusat pada raja (istana sentris). Adapun periodisasi yang
diusulkan oleh Prof. Dr. Sartono adalah sebagai berikut.
7
Dari pemaparan tersebut terlihat
bahwa munculnya banyak pandangan tentang babakan masa periodisasi, seperti yang
diajukan Prof. Dr. Soekanto dan Prof. Dr. Sartono, disusun dengan:
a. memakai dasar perkembangan
peradaban (civilization),
b. babakan masa didasarkan atas segi
kebudayaan (culture), dan
c. babakan masa atas dasar agama
yang masuk ke Indonesia.
Adapun
pentingnya periodisasi dalam sejarah yaitu:
1.Memudahkan sistematika penulisan sejarah
2.Merupakan rangkuman dari suatu peristiwa menurut seorang sejarawan.
3.Memudahkan pembaca dalam memahami suatu peristiwa sejarah
4. Merupakan penghubung dari fakta-fakta sejarah
B. Perkembangan Awal
Pertama kali tulisan-tulisan sejarah
di Eropa dalam bentuk puisi, seperi karya Homerus Iliad dan Odyses. Karya
pertama menceritakan perang antara Yunani dengan Troya(1200 SM). Puisi kedua
berisi petualangan Oddyseaus pasca jatuhnya kota Troya. Sifat penuturan
sejarahnya lebih mengarah kepada legenda dan mitos. Berbeda dengan karya
tersebut, tulisan-tulisan Herodotus (198-177 SM), Thucydides (456-396 SM), dan
Polybus (198-177 SM) tampak lebih ilmiah. Meskipun juga mengkisahkan tentang
peperangan, namun penuturannya empiris dan rasional alur cerita sejarahnya.
Dalam karyanya, History of the Persian Wars (500-479 SM), Herodotus melihat bahwa
perang itu merupakan benturan antara dua peradaban besar, yakni Yunani dan
Persia. Eksplansinya menunjukkan tidak adanya campur tangan para dewa dalam
gerak sejarah itu, tidak seperti penulis sebelumnya, homerus. Karena itu
Herodotus lebih dikenal sebagai “Bapak Sejarah”.
Thucydides menulis tentang The Paloponnesian War (431-404 SM) menceritakan antara perang
saudara antara polis Athena dengan Sparta di Yunani, yang dimenangkan oleh
Athena. Gaya penulisannya tidak terlepas dari keberadaan dirinya sebagai
jenderal dan politisi. Ceritanya
8
ibarat
sebuah laporan perang oleh saksi mata. Fokusnya pada persoalan politik,
diplomasi dan perang. Eksplantasinya akurat dan terhindar dari hal-hal
supranatural. Dialah orang pertama yang menyadari bahwa sejarah bisa pragmatis.
Karyanya menjadi standar dalam penulisan sejarah lama. Cara berpikir itu juga
sama dengan Polibius yang menulis tentang perpindahan dari Yunani kepada
Romawi. Menurutnya, sejarah adalah fisafat yang mengajar melalui contoh.
Pragmatisme merupakan hal yang paling penting dalam sejarah.
Penulisan sejarah Romawi awalnya
masih menggunakan bahasa Yunani, dan kemudian memakai bahasa Latin. Meskipun
demikian, gaya penulisan sejarah Yunani tetap mewarnai historiografi. Sebut
saja Julius Caesar (100-44 SM) menulis Comentaries
on Gallic Wars, yang menceritakan tentang suku Gallia. Pada buku yang lain,
Civil War, Caesar menylis pembelaannya, sebagai seorang jenderal Romawi yang
menaklukan Gallia.Buku ini menjadi sumber amat penting mengenai adat-istiadat
Gallia.
Gaius Sallustinus Crispus (86-34 SM)
menulis beberapa monografi dan biografi, antara lain: History of Rome, Conspiracy of Catiline, dan Jugurhine War. Ia dikenal sebagai narator yang sering mengorbankan
kebenaran demi retorika. Penuh fantasi dalam karyanya. Titus Livius (59 SM-17 M) menulis sejarah Romawi sebagai negara dunia
yang penuh dengan semangat patriotisme. Kisah berdirinya kota Roma adalah
perpaduan antara fantasi dan fakta. Bila karya Polibius dominan dengan fakta,
maka karya Livitus merupakam sebuah rekonstruksi fantasi tentang masa lalu. Dalam pandangan Livitius,
peristiwa-peristiwa sejarah tidak boleh dijelaskan dengan bahasa politik dan
digunakan untuk mendukung ideologi. Lebih lanjut sejarah ditegaskan memiliki
tujuan moral. Pragmatisme itulah yang melandasi karya-karya Livitus. Kemudian
Publius CorneliusnTacitus juga menulis Annaals,
Histories, dan Germania.
Eksplanasinya berada diantara Livitus yang cenderung pada retorika dan Polibius
cenderung pada fakta. Dialah yang mengemukakan sebab moral keruntuhan Romawi.
C. Abad Pertengahan
Pada zaman
Kristen awal, penulisan sejarah tidak dapat dipisahkan dengan teologi.
Kebudayaan Yunani yang paganism (paham tidak beragama) dan bertumpu pada
rasionalisme tidak diterima dan digantikan dengan Kristiani yang sangat
mengagunkan agama dan
9
supranatural.
Fokus penjelasannya pada persoalan gereja dan agama. Pendeta dan raja adalah
pelaku utamanya. Dalam penulisannya, The
City of God, Augustine memandang bahwa dalam sejarah terdapat Tuhan dan
setan. Setiap orang yang terlibat dalam sejarah suci yang akan dimenangkan oleh
Tuhan. Karya sejarah zaman ini, biasa disebut sejarah providensial.
Eusabius Pamphilus (260-340 M)
menulis Chronicle dan Church History. Ia membagi kronologimya
dalam dua bagian yaitu: (1) era sacred yaitu
Yahudi dan Kristen dan (2) era profane
yaitu pagan atau kafir. Karya yang berorientasi pada dunia supranatural
terdapat dalam tulisan Paulus Orasius (380-420 M), Seven Books Against the Pagans. Tukisan murid Augustine ini
merupakan pembelaan atas peradaban Kristen
yang dituduh menyebabkan runtuhnya Romawi Barat (yang paganism) Karena
kehendak Tuhan. Manusia dalah aktor perantara yang menghantarkan pada akhir
sejarah, seperti runtuhnya paganism. Demikian pula Gregory (538-594) dalam History of The Franks. Ia cenderung
menghadiran unsur-unsur keajaiban sebagai bentuk kuasa Tuhan (agama) atas
bangsa Frangka.
Karya Venerable Bede (672-735)
sangat dominan dengan ihwal gaib. Karya monumentalnya tentang terbentuknya
kebudayaan Anglo-Saxon berjudul The
Ellessiastical History of the English, terdiri ats 5 bagian. Dalam tulisan
ini seorang dapat membaca tentang si buta yang dapat melihat kembali, badai yang berakhir, dan
kota-kota yang selamat dari kehancuran lantaran rahmat Tuhan. Upayanya menulis
sejarah terutama agar oarng makin percaya pada agama Kristen yang banyak
mendatangkan kebahagiaan dan harapan hidup.
Untuk memahami orientasi
historiografi itu, tidak dapat
dipisahkan dari perilaku penulisnya yang selalu berkonsultasi dengan para
gerejawan. Meskipun banyak menggunakan sumber, Bede sangat hati-hati dalam
menceritakan hal-hal supranatural, sehingga sejarahnya terkesan objektif dan
dirancang dengan sistematis. Pada derajat tertentu penjelasannya berisi
kehidupan para santo dan fase-fase kerajaan Anglo-Saxon.
D. Renaissance dan
Pencerahan
Bila rasionalisme terpasung oleh
gereja pada Abad Pertengahan, maka pada masa Renaissance jiwa kebudayaan
Yunani-Romawi yang pagan (mengandalkan rasio) dominan
10
dalam
karya sejarah. Fase sejarah ini kembali menghantar bangsa Eropa pada titik
kemajuan ilmu pengetahuan. Dalam konteks itu berbeda antara kebudayaan
Renaissance dengan modern. Jika kebudayaan pertama menengok kebelakang, maka
kebudayaan yang terakhir menatap ke depan.
Karya historiografi umummnya
menggunakan bahasa Latin yang lahir dan berkembang dikota-kota Italia. Hal ini
tidak terlepas dari kebudayaannya. Sejarawan Italia, Lorenzo Valla (1407-1457),
menulis The History of Ferdinand of
Aragon secara kritis. Meskipun sebagai sejarah resmi, namun karya ini
secara kritis menyajikan kepalsuan Hadiah Konstantinus yang memberikan hak
politik kepada Paus.
Konra terhadap cara berpikir Abad
Pertengahan juga dating dari gerakan reformasi. Matthias Vlacich Illyricus
(1250-1575) menulis Magdeburg Centuries.
Karya ini sangat ambisius, merupakan serangan pada institusi kepausan, dari
perspektif hukum
dan konstitusi. Karena itu, karyanya mendapat banyak kecaman dari gerakan
Kontra-Reformasi. Pembelaan atas tampilnya raja-raja Protestan aliran
Lutherisme kepanggung politik kekuasaan di Jerma Utara merupakan fokus studi John Sleidanus
(1506-1556) yang berjudul Commentaries on
Political and Religious Conditions in the region of the Emperor Charies V,
1517-1555.
Protes kalangan Kontra-Reformasi ditunjukkan dalam karya sejarah. Sebut
saja Cardinal Caesar Baronius (1538-1607) menulis Ellesiitical Annaals untuk menjawab kritik kelompok Reformasi.
Karena sifatnya pembelaan, maka orientasi historiogarfinya, bersifat
apologistis dan memihak. Acapkali ia mengalihkan isu yang penting ke isu
sekunder dan tidak relevan. Meskipun cara pandang dan karya historiogarfi yang
dihasilkan para ilmuwan Renaissance, Reformasi dan Kontra-Reformasi berbeda,
namun pada dasarnya terdapat kesamaan tema sentral bahasannya, yakni pada
sejarah agama dan sejarah politik.
Memasuki abad ke-18 dimulailah
suatu zaman baru, yang memang telah berakar pada renaissance serta yang
mewujudkan buah pahit dari rasionalisme dan empirisme. Abad ke – 18 disebut
zaman pencerahan (Aufklarung).
11
Menurut Immanuel Kant zaman
pencerahan adalah zaman manusia keluar dari keadaan tidak akil balik, yang
disebabkan karena kesalahan manusia sendiri. Kesalahan itu terletak disini,
bahwa manusia tidak mau mmanfaatkan akalnya. Sekarang smboyan orang adalah
“Beranilah berpikir!” Voltaire menyebut zaman pencerahan adalah “zaman akal”.
Sekarang orang merasa bahwa zaman pemkiran manusia telah tiada lagi. Umat
manusia telah merasa bebas, merdeka dan tidak memerlukan lagi tiap kuasa yang
dating dari luar dirinya, di bidang apapun. Sekarang orang dapat tanpa gangguan
hidup demu kemajuan keadabannya yang tanpa batas.
Sikap pencerahan pada Agama dan
wahyu pada umumnya dapat dikatakan memusuhi, mencurigai, atau bertentangan.
Sikap itu diungkapkan dalam usaha orang untuk mengganti agama Kristen dengan
agama alamiah murni, yang isinya dikembalikan kepada beberapa kebenaran tentang
Allah dan jiwa, yang dapat dimengerti oleh akal, dan beberapa peraturan bagi
perbuatan kesusilaan tanpa kewajiban untuk berbakti dan menggabungkan diri
dengan suatu persekutuan gerejahi.
Sikap pencerahan terhadap ilmu
pengetahuan dan filsafat adalah demikian, bahwa orang membuang jauh-jauh ajaran
Descartes. Keterangannya tentang alam dipandang sebagai tidak mencukupi lagi.
Orang sudah tidak disilaukan lagi dengan pandangan yang jelas dan terpilah-pilah.
Cita-cita pemikiran Pencerahan dipengaruhi sekali oleh ilmu pengetahuan alam,
yang telah dibawa pada sampai puncaknya oleh ISAAC NEWTON (1642 – 1727).
Newtonlah yang telah memberikan alas kepada fisika klasik, yang menjajikan
suatu perkembangan yang tiada batasnya. Hukum-hukum fisika itu diterapkan
kedalam ilmu pengetahuan yang lain. Hal ini disebabkan karena ilmu pasti,
biologi, fiolofi, sejarah, tekah mencapai hasil-hasil yang penting sekali.
Harapan orang diarahkan pada filsafat. Hal ini menyebabkan filsafat tidak dapat
berkembang dengan baik.
Pencerahan berasal dari Inggris.
Hal ini disebabkan karena pada kira-kira menjelang akhir abad ke -17, di
Inggris berkembanglah suatu tata Negara yang liberal. Oleh karena itu lambat
laun pencerahan tumbuh menjadi keyakinan umum diantara para ahli pikir.
Dari Inggris gerakan ini dibawa
ke Perancis, dan dari sana tersebar ke seluruh Eropa. Di Perancis gerakan ini
secara sadar dan terus terang bertentangan dengan keadaan kemasyarakatan,
12
kenegaraan, dan kegerajaan pada waktu itu. Akhirnya
Jerman mengikuti jejak Perancis itu. Akan tetapi disini gerakan pencerahan
berjalan lebih tenang dan serasi, kurang menampakan pertentangan antara Gereja
dan masyarakat.
I. Pencerahan di Inggris
Di Inggris filsafat pencerahan dikemukakan oleh ahli
pikir yang seorang lepas daripada yang lain, kecuali tentunya beberapa aliran
pokok.
Dasar pengetahuan di bidang agama adalah beberapa
pengertian umum yang pasti bagi semua orang dan secara langsung tampak jelas
karena naluri alamiah, yang mendahului segala pengalaman dalam pemikiran akali.
Ukuran kebenaran dan kepastiannya adalah persetujuan umum
segala manusia karena kesamaan akalnya. Isi pengetahuan itu mengenai soal agama
dan kesusilaan.
Salah satu gejala Pencerahan di
Inggris ialah yang disebut Deisme, yaitu suatu aliran dalam filsafat
Inggris pada abad ke-18, yang menggabungkan diri dengan gagasan Eduard Herbert
yang dapat disebut pemberi alas ajaran agama alamiah.
Deisme adalah suatu aliran yang mengakui adanya yang
menciptakan alam semesta ini. Akan tetapi setelah dunia diciptakan, Allah
menyerahkan dunia kepada nasibnya sendiri. Sebab
Ia telah memasukkan hukum-hukum dunia itu ke dalamnya. Segala sesuatu berjalan
sesuai dengan hukum-hukumnya. Manusia dapat menunaikan tugasnya dalam berbakti
kepada Allah dengan hidup sesuai dengan hukum-hukum akalnya.
Maksud aliran ini adalah menaklukkan wahyu Ilahi beserta
dengan kesaksian-kesaksiannya, yaitu buku-buku Alkitab, kepada kritik akal
serta menjabarkan agama dari pengetahuan yang alamiah, bebas dari segala ajaran
Gereja. Yang dipandang sebagai satu-satunya sumber dan patokan kebenaran adalah
akal.
Menurut Herbert, akal mempunyai otonomi mutlak di bidang
agama. Juga agama Kristen ditaklukkan kepada akal. Atas dasar pendapat ini ia
menentang segala kepercayaan yang
13
berdasarkan
wahyu. Terhadap segala skeptisisme di bidang agama ia bermaksud sekuat mungkin
meneguhkan kebenaran-kebenaran dasar alamiah dari agama.
Dasar pengetahuan di bidang agama adalah beberapa
pengertian umum yang pasti bagi semua orang dan secara langsung tampak jelas
karena naluri alamiah, yang mendahului segala pengalaman dalam pemikiran akal.
Ukuran kebenaran dan kepastiannya adalah persetujuan umum segala manusia,
karena kesamaan akalnya. Isi pengetahuan itu mengenai soal agama dan
kesusilaan.
Tokoh
– Tokoh Berpengaruh :
1. George
Berkeley (1685 – 1753)
George Berkeley adalah seorang filsuf Irlandia
yang juga menjabat sebagai uskup di
Gereja
Anglikan. Bersama John Locke
dan David Hume,
ia tergolong sebagai filsuf empiris Inggris
yang terkenal. Ia dilahirkan pada tahun 1685 dan meninggal pada tahun
1753.Berkeley mengembangkan suatu pandangan tentang pengenalan visual tentang
jarak dan ruang.Selain itu, ia juga mengembangkan sistem metafisik yang serupa
dengan idealisme
untuk melawan pandangan skeptisisme.
Inti pandangan filsafat Berkeley adalah tentang
pengenalan. Menurut Berkeley, pengamatan terjadi bukan karena hubungan antara
subyek yang mengamati dan obyek yang diamati. Pengamatan justru terjadi karena hubungan pengamatan
antara pengamatan indra yang satu dengan dengan pengamatan indra yang lain.
Misalnya, jika seseorang mengamati meja, hal itu dimungkinkan karena ada
hubungan antara indra pelihat dan indra peraba.Indra penglihatan hanya mampu
menunjukkan ada warna meja, sedangkan bentuk meja didapat dari indra
peraba.Kedua indra tersebut juga tidak menunjukkan jarak antara meja dengan
orang itu, sebab yang memungkinkan pengenalan jarak adalah indra lain dan juga
pengalaman. Dengan demikian, Berkeley mengatakan bahwa pengenalan hanya mungkin
terjadap sesuatu yang kongkret.
2. David
Hume (1711 – 1776)
14
penting
dalam filosofi barat dan Pencerahan Skotlandia.
Walaupun kebanyakan ketertarikan karya Hume berpusat pada tulisan filosofi,
sebagai sejarawanlah dia mendapat pengakuan dan penghormatan. Karyanya The
History of England merupakan karya dasar dari sejarah Inggris untuk 60 atau
70 tahun.
Hume merupakan filusuf besar pertama dari era modern yang
membuat filosofi naturalistis.
Filosofi ini sebagian mengandung penolakan atas prevalensi dalam konsepsi dari
pikiran manusia merupakan miniatur dari kesadaran suci; sebuah pernyataan
Edward Craig yang dimasukan dalam doktrin 'Image of God'. Doktrin
ini diasosiasikan dengan kepercayaan dalam kekuatan akal manusia dan
penglihatan dalam realitas, dimana kekuatan yang berisi seritikasi Tuhan.
Skeptisme Hume datang dari penolakannya atas ideal di dalam'.
II.
Pencerahan di Perancis
Pada abad ke-18 filsafat di Perancis menimba gagasannya
dari Inggris. Para pelopor filsafat di Perancis sendiri (Descartes, dll) telah
dilupakan dan tidak dihargai lagi. Sekarang yang menjadi guru mereka adalah
John Locke dan Sir Isaac Newton.
Perbedaan antara filsafat Perancis dan Inggris pada masa
tersebut adalah:
Di Inggris para filsuf kurang berusaha untuk menjadikan
hasil pemikiran mereka dikenal oleh umum, akan tetapi di Perancis keyakinan
baru ini sejak semula diberikan dalam bentuk populer. Akibatnya filsafat di
Perancis dapat ditangkap oleh golongan yang lebih luas , yang tidak begitu
terpelajar seperti para filsuf. Hal ini menjadikan keyakinan baru itu memasuki
pandaangan umum. Demikianlah di Perancis filsafat lebih eras dihubungkan dengan
hidup politik, sosial dan kebudayaan pada waktu itu. Karena sifatnya yang
populer itu maka filsafat di Perancis pada waktu itu tidak begitu mendalam. Agama
Kristen diserang secara keras sekali dengan memakai senjata yang
diberikan oleh Deisme.
15
Sama halnya dengan di Inggris demikian juga di Perancis terdapat
bermacam-macam aliran: ada golongan Ensiklopedi, yang menyusun ilmu pengetahuan
dalam bentuk Ensiklopedi, dan ada golongan materialis, yang meneruskan asas
mekanisme menjadi materialisme semata-mata.
Revolusi Prancis berlangsung pada
abad ke 18 (1789 M). Revolusi Prancis terjadi sebagai cetusan rasa tidak puas
sebagian besar masyarakat terhadap system pemerintaha yang absolute (tidak
terbatas), adanya krisis ekonomi, krisis kepercayaan, dan kewibawaan pemerintah
yang turun telah mendorong rakyat untuk menyerbu Penjara bastille.
Tokoh – Tokoh Berpengaruh:
1. Voltaire (1694
– 1778)
François-Marie Arouet (lahir 21 November 1694 – meninggal 30 Mei 1778 pada umur 83 tahun), lebih dikenal dengan nama penanya Voltaire, adalah penulis dan filsuf Perancis pada Era Pencerahan. Voltaire dikenal tulisan filsafatnya yang tajam,
dukungan terhadap hak-hak manusia, dan kebebasan sipil, termasuk kebebasan
beragama dan hak mendapatkan pengadilan yang patut (Inggris: fair trial).
Pada tahun 1726 ia mengungsi ke Inggris. Di situ ia
berkenalan dengan teori-teori Locke dan Newton. Apa yang telah diterimanya dari
kedua tokoh ini ialah: a) sampai di mana jangkauan akal manusia, dan b) di mana
letak batas-batas akal manusia. Berdasarkan kedua hal itu ia membicarakan
soal-soal agama alamiah dan etika. Maksud tujuannya tidak lain ialah
mengusahakan agar hidup kemasyarakatan zamannya itu sesuai dengan tuntutan
akal.
Mengenai jiwa dikatakan, bahwa kita tidak mempunyai
gagasan tentang jiwa (pengaruh Locke).Yang kita amati hanyalah gejala-gejala
psikis. Pengetahuan kita tidak sampai kepada adanya suatu substansi jiwa yang
berdiri sendiri. Oleh karena agama dipandang sebagai terbatas kepada beberapa
perintah kesusilaan, maka ia menentang segala dogma, dan menentang agama.
Ia adalah pendukung vokal terhadap reformasi sosial
walaupun Perancis saat itu menerapkan aturan sensor ketat dan ancaman hukuman
yang keras bagi pelanggarnya. Ia
sering
16
menggunakan karyanya untuk mengkritik dogma gereja dan
institusi Perancis pada saat itu. Voltaire dianggap sebagai salah satu tokoh
yang paling berpengaruh pada zamannya.
2. Jean Jacques Rousseau (1712 – 1778)
Sebenarnya ia menentang Pencerahan, yang menurut dia,
menyebarkan kesenian dan ilmu pengetahuan yang umum, tanpa disertai penilaian
yang baik, dengan terlalu percaya kepada pembaharuan umat manusia melalui
pengetahuan dan keadaban. Sebenarnya Rousseau adalah seorang filsuf yang bukan
menekankan kepada akal, melainkan kepada perasaan dan subjektivitas. Akan
tetapi di dalam menghambakan diri kepada perasaan itu akalnya yang tajam
dipergunakan.
Mengenai agama Rousseau berpendapat, bahwa agama adalah
urusan pribadi. Agama tidak boleh mengasingkan orang dari hidup bermasyarakat.
Kesalahan agama Kristen ialah bahwa agama ini mematahkan
kesatuan masyarakat. Akan tetapi agama memang diperlukan oleh masyarakat.
Akibat keadaan ini ialah, bahwa masyarakat membebankan kebenaran-kebenaran
keagamaan, yang pengakuannva secara lahir perlu bagi hidup kemasyarakatan,
kepada para anggotanya sebagai suatu undang-undang, yaitu tentang adanya Allah
serta penyelenggaraannya terhadap dunia, tentang penghukuman di akhirat, dsb.
Pengakuan secara lahiriah terhadap agama memang perlu bagi masyarakat, tetapi
pengakuan batiniah tidak boleh dituntut oleh negara.
Pandangan Rousseau mengenai pendidikan berhubungan erat
dengan ajarannya tentang negara dan masyarakat. Menurut dia, pendidikan
bertugas untuk membebaskan anak dari
17
pengaruh
kebudayaan dan untuk memberi kesempatan kepada anak mengembangkan kebaikannya
sendiri yang alamiah.
III.
Pencerahan di Jerman
Pada umumnya Pencerahan di Jerman tidak begitu
bermusuhan sikapnya terhadap agama Kristen seperti yang terjadi di
Perancis. Memang orang juga berusaha menyerang dasar-dasar iman kepercayaan
yang berdasarkan wahyu, serta menggantinya dengan agama yang berdasarkan
perasaan yang bersifat pantheistic, akan tetapi semuanya itu berjalan
tanpa “perang’ terbuka.
Yang menjadi pusat perhatian di Jerman adalah etika.
Orang bercitacita untuk mengubah ajaran kesusilaan yang berdasarkan wahyu
menjadi suatu kesusilaan yang berdasarkan kebaikan umum, yang dengan jelas
menampakkan perhatian kepada perasaan. Sejak semula pemikiran filsafat
dipengaruhi oleh gerakan rohani di Inggris dan di Perancis. Hal itu
mengakibatkan bahwa filsafat Jerman tidak berdiri sendiri.
Tokoh
– Tokoh Berpengaruh:
1. Christian Wolff
(1679 – 1754)
Christian Wolff
adalah seorang filsuf Jerman yang berpengaruh besar
dalam gerakan rasionalisme sekular di
Jerman pada awal abad ke-18. Meskipun Wolff berasal dari keluarga Lutheran,
namun pendidikannya di sekolah Katolik.
Studinya di Leipzig
membuat Wolff berkenalan dengan pemikiran Leibniz
dan sempat berkirim surat dengan filsuf tersebut.Pada tahun 1706, Wolff
mengajar matematika di
Halle
dan pada tahun 1709, ia mulai mengajar filsafat. Ia meninggal pada tahun 1754.
Pemikiran Wolff pada dasarnya merupakan pengembangan dari
filsafat Leibniz dengan menerapkannya terhadap segala bidang ilmu pengetahuan.
Ia mengupayakan supaya filsafat menjadi ilmu pengetahuan yang pasti. Untuk itu,
filsafat harus disertai dengan pengertian-pengertian yang jelas dan bukti-bukti
yang kuat. Suatu sistem filsafat haruslah berisi gagasan-gagasan yang jelas dan
penguraian yang baik Wolff berjasa dalam membuat filsafat menarik perhatian
masyarakat umum.
18
la mengusahakan agar filsafat menjadi suatu ilmu
pengetahuan yang pasti dan berguna, dengan mengusahakan adanya
pengertian-pengertian yang jelas dengan bukti-bukti yang kuat. Penting sekali
baginya adalah susunan sistim filsafat yang bersifat didaktis,
gagasan-gagasan yang jelas dan penguraian yang tegas. Dialah yang menciptakan
pengistilahan filsafat dalam bahasa Jerman dan menjadikan bahasa itu menjadi
serasi bagi pemikiran ilmiah. Karena pekerjaannya itu filsafat menarik perhatian
umum.
Pada dasarnya filsafatnya adalah suatu usaha
mensistimatisir pemikiran Leibniz dan menerapkan pemikiran itu pada segala
bidang ilmu pengetahuan. Dalam bagian-bagian yang kecil memang terdapat
penyimpangan-penyimpangan dari Leibniz.
2. Immanuel
Kant (1724 – 1804)
Immanuel Kant (lahir di Königsberg, 22 April 1724 – meninggal di Königsberg, 12 Februari 1804 pada umur 79 tahun) adalah seorang filsuf Jerman. Karya Kant yang terpenting adalah Kritik der
Reinen Vernunft,
1781. Dalam bukunya ini ia “membatasi pengetahuan manusia”. Atau dengan kata
lain “apa yang bisa diketahui manusia.” Ia
menyatakan ini dengan memberikan tiga pertanyaan:
- Apakah yang bisa kuketahui?
- Apakah yang harus kulakukan?
- Apakah yang bisa kuharapkan?
Pertanyaan ini dijawab
sebagai berikut:
- Apa-apa yang bisa diketahui
manusia hanyalah yang dipersepsi dengan panca
indra. Lain daripada itu merupakan
“ilusi” saja, hanyalah ide.
- Semua yang harus dilakukan
manusia harus bisa diangkat menjadi sebuah peraturan umum. Hal ini disebut
dengan istilah “imperatif
kategoris”. Contoh: orang sebaiknya
jangan mencuri, sebab apabila hal ini diangkat menjadi peraturan umum,
maka apabila semua orang mencuri, masyarakat tidak akan jalan.
19
- Yang bisa diharapkan manusia
ditentukan oleh akal budinya.
Inilah yang memutuskan pengharapan manusia.
Ketiga
pertanyaan di atas ini bisa digabung dan ditambahkan menjadi pertanyaan
keempat: “Apakah itu manusia?”
Tujuan utama dari filsafat kritis
Kant adalah untuk menunjukkan, bahwa manusia bisa memahami realitas alam
(natural) dan moral dengan menggunakan akal budinya. Pengetahuan tentang alam
dan moralitas itu berpijak pada hukum-hukum yang bersifat apriori, yakni
hukum-hukum yang sudah ada sebelum pengalaman inderawi. Pengetahuan teoritis
tentang alam berasal dari hukum-hukum apriori yang digabungkan dengan
hukum-hukum alam obyektif. Sementara
pengetahuan moral diperoleh dari hukum moral yang sudah tertanam di dalam hati
nurani manusia. Kant menentang empirisme dan rasionalisme. Empirisme adalah
paham yang berpendapat, bahwa sumber utama pengetahuan manusia adalah
pengalaman inderawi, dan bukan akal budi semata. Sementara rasionalisme
berpendapat bahwa sumber utama pengetahuan adalah akal budi yang bersifat
apriori, dan bukan pengalaman inderawi. Bagi Kant kedua pandangan tersebut Kant
juga berpendapat bahwa moralitas memiliki dasar pengetahuan yang berbeda dengan
ilmu pengetahuan (science).
Immanuel Kant berpikir lain. Pada Kant metafisika
dipahami sebagai suatu ilmu tentang batas-batas rasionalitas manusia.
Metafisika tidak lagi hendak menyibak dan mengupas prinsip mendasar segala yang
ada tetapi metafisika hendak pertama-tama menyelidiki manusia (human faculties)
sebagai subjek pengetahuan. Disiplin metafisika selama ini yang mengandaikan
adanya korespondensi pikiran dan realitas hingga menafikkan keterbatasan
realitas manusia pada akhirnya direvolusi total oleh Kant. Dalam diri manusia,
menurut Kant, ada fakultas yang berperan dalam menghasilkan pengetahuan yaitu
sensibilitas yang berperan dalam menerima berbagai kesan inderawai yang tertata
dalam ruang dan waktu dan understanding yang memiliki kategori-kategori
yang mengatur dan menyatukan kesan-kesan inderawi menjadi pengetahuan.
20
E. Zaman Penemuan
“Daerah Baru”
Zaman penemuan daerah-daerah baru
(abad ke-15,
16, dan 17) mempunyai pengaruh penting dalam perkembangan historiografi Eropa.
Tema utama penulisannya pada sejarah sosial masyarakat daerah-daerah baru.
Karya Marco Polo (1254-1324), Travels,
telah membangkitkan minat kearah itu. Cristopher Colombus (1485-1547) yang
menemukan Amerika pada 1492 banyak melaporkan temuan-temuannya. Demikian pula
Hernando Cortes (1485-1547) sebagai saksi mata penaklukan Meksiko juga
melaporkan tetang apa yang terjadi dan ada di sana. Karya ini lebih pada upaya
pembelaan atas petualangannya.
Pada
zaman Rasionalisme (abad ke-17) dan Pencerahan, sejarawan Rene Descartes
(1596-1650) dari Perancis, Francis Bacon (1561-1626) dari Inggris, dan Baruch
Spinoza (1632-1677) dari Belanda, banyak mempengaruhi perkembangan
historiografi di Eropa abad ke-18. Topik utamanya adalah perdaban. Terdapat
tiga aliran utama yang berkembang pada saat itu. Pertama, aliran radikal yang dipelopori oleh Francois Arouet atau
Voltaire (1697-1778), yang melihat sejarah dan institusi sosial semata-mata
dari sudut intelektual dasn kaum borjuasi. Kedua,
aliran moderat dan konservatif yang dipelopori Baron de Montesquieu
(1689-1755), selalu menghubungkan sejarah dan institusi sosial dangan masyarakatnya.
Ketiga, aliran sentimental dipelopori
oleh Jean Jacques Rosseau (1712-1778) yang emosional, idealistis, dan ingin
membebaskan masa dari despotism (paham kesewenang-wenangan).
Sekadar
sebagai contoh, di sini akan dikemukakan bagaimana sejarah Amerika ditulis oleh
orang-orang Inggris pada abad ke-17 M., mengenai daerah yang disebut New
England. Tulisan pertama adalah Gubernur William Bradford (1590-1657), History of Plymouth Plantitation dan John
Winthrop (1588-1657 M). History of New
England. Buku ini berbicara soal gereja, juga bercerita tentang pendidikan,
seperti Harvard Collegr, dan perang-perang dengan Indian.
F. Zaman Modern:
Menuju Sejarah Kritis
Pada
abad ke-19, perkembangan ilmu sejarah ditandai dengan cirri-ciri: (1)
penghargaan kembali pada Zaman Pertengahan, (2) munculnya filsafat sejarah, (3)
munculnya teori “orang
21
besar”, (4) timbulnya nasionalisme, dan (5)
munculnya liberalism. Dalam abad ini, terdapat sebuah revolusi paradigmatic
dalam sejarah yang dipelopori oleh Leopold von Ranke (1795-1886) dengan
slogannya wie es eigentich gewesen
(apa yang nyata-nyata terjadi). Menurutnya, sejarah harus ditulis seperti apa
yang terjadi dan karya sejarah itu selalu dipengaruhi oleh semangat zamannya
(zeitgeist). Pemikirannya itu dituangkan dalam karyanya, A Critique of Modern Historical Writers. Aliran sejarah kritis ini sesungguhnya dikembangkan sebelumnya, antara
lain oleh Jean Bodin (1530-1596) dalam Method
for Easily Understanding History dan Berthold Gerg Nibhr (1776-1831) yang
menulis Roman History.
Meskipun
pengaruh Ranke sangat kuat mendominasi perkembangan ilmu sejarah, namun
gagasannya tidak sepenuhnya diterima oleh
para sejarawan. Menurut Crarl Becker (1873-1945), pemujaan terhadap fakta
dan pembedaan antara hard fact (fakta
keras) dan soft fact (fakta lunak)
hanyalah ilusi. Fakta bukanlah batu bata yang begitu mudah tinggal dipasang.
Menurutnya fakta sengaja dipilih oleh sejarawan. Itulah sebabnya karya sejarah
selalu subjektifitas. James Harvey Robinson (1863-1936) dalam karyanya, The New History, mengatakan bahwa
sejarah kritis hanya dapat menagkap permukaan, tetapi tidak dibawah realitas.
Perilaku manusia sebenarnya tidak dipahami.
Dua
sejarawan tersebut memelopori New History
di Amerika Serikat. Perkembangan ilmu sejarah dalam kaitan itu tidak dapat
dipisahkan dari ilmu-ilmu social. Pendekatan interdisipliner diterapkan dalam
studi sejarah. Upaya saling mendekati(rapproachment)
digiatkan. Sejarah tidak lagi tabu atau membatasi diri pada penggunaan
konsep ilmu lain terutama ilmu social jika itu relevan, selama penggunaanya
untuk kepentingan analisis sehingga menghasilkan ekspalansi dan interpretasi
sejarah kritis.
Kuantifiaksi
memainkan perang penting dalam sejarah di Amerika Serikat, baik dalam tulisan
mengenai hasil-hasil pemilu, pola pemungutan suara di kongres, mauopun usaha untuk
menghitung pemogokan serta bentuk-bentuk protes lainnya. Metode yang sama juga
diterapkan pada sejarah agama di Perancis yang memakai statistic pengakuan dosa
dan frekuensi jamaat dalam setahaun sebagai bahan analisis.
22
Ketika ide-ide Sugmand Freud
mulllali gandrung di Amerika Serikat, para ahli sejarah dan psikoanalisis mulai
mencoba menyimak motif dan dorongan personal para pemimpin agama yang merangkap
sebagai pemimpin politik, seperti Martin Luther, Woodrow Wilson, Vladimri Lenin
dan Mahatma Gandhi. Presiden Asosiasi sejarawan Amerika, Lenger, dalam
tulisannya The Next Assigment yang
dimuat pada Amerikan Historical Review,
menghimbau para koleganya menyambut psikohistori sebagai cabang baru ilmu
sejarah. Namun ajakan itu tidak banyak direspon oleh para sejarawan. Apa yang
dilakukan oleh sebagian besar dari mereka pada 1970-an, seperi rekan sejawatnya
disiplin-disiplin terkait lainnya, sampai pada titik tertentu jutru merupakan
reaksi terhadap kecenderungan diatas yang tedrjadi pada 1986. Mereka menolak
determinisme (baik ekonomi maupun geografis), sebagaimana mereka menolak
metode-metode kuantitatif dan klaim ilmiah dari ilmu social.
Peneolakan
terhadap karya generasi-generasi sebelumnya biasanya dibarengi pendekatan-pendekatan
baru dalam studi sejarah. Menurut Peter Burke terdapat empat pendekatan baru
dalam ilmu sejarah, yaitu: history from
below, microstoria, Alltagsgeschichte,dan history de I’immaginaire.
History from below (sejarah dari bawa)
merupakan peristilahan tyang agak kabur, meskipun makna dasarnya sangat
penting. Sejarah dalam hal ini tidak hanya menyoroti tokoh-tokoh besar, namun
juga orang-orang kebanyakan. Penulisannya tidak boleh terlalu diwarnai oleh
wawasan tokoh atau orang besar, melainkan juga harus bertolak dari sudut
pandang orang-orang kecil kebanyakan. Langkah ini merupakan perubahan paling
penting dalam ilmu sejarah sepanjang abad ke-20. Pergeseran ini mendorong
bangkitnya studi sejarah lisan. Dalam atmosfir ini, terbuka luas ruang
orang-orang kecil kebanyakan dalam sejarah. Mereka lebih elegan mengutarakan
pengalamannya tentang proses sejarah dengan bahasa mereka sendiri. Tetapi,
praktek sejarah ini pada terlalu disederhanakan. Hal itu disebabkan semakin
menajamnya orientasi sejarah antara berbagai kelompok yang didominasi kelas
pekerja, para petani, dan rakyat terjajah.
Microstoria (sejarah mikro) merupakan
usaha mempelajari masa lalu pada level komunitas kecil, baik itu berupa sebuah
desa, jalan, keluarga, dan bahkan individu, yang juga
23
mengusahakan peninjauan terhadap ‘wajah-wajah dalam
kemurungan’ yang memungkinkan pengalaman kongkret kembali memasuki sejarah
social.
Alltagsgeschichte
(sejarah keseharian) merupakan
pendekatan yang berkembang atau paling tidak didefinisikan di Jerman. Pendekatan
ini menarik gratis tradisi filsafat dan sosiologis yang antara lain terlihat
pada karya Alfred Schutz (1899-1959) dan Erving Goffman (1922-82), Hendri
Lefebvre dan Michel de Certeau (1925-86). Seperti halnya sejarah mikro yang
tumpang tindih, sejarah keseeharian penting karena bias menembus pengalaman
manusia dan membawanya kesejarah social, yang dipandang semakin abstrak dan
tanpa wajah. Pendekatan ini dikritik lantaran perhatiannya pada apa yang
disebut para pengkritiknya sebagai hal-hal remeh, serta mengabaikan politik.
Tapi pendekatan ini juga punya pembela seperti halnya sejarah mikro, yang
menegaskan bahwa hal-hal yang tampak remeh pun acapkali menjadi kunci untuk
memahami perubahan-perubhan penting dan berskala besar.
Historie
de I’immaginaire (sejarah mentalitas) adalah
sejarah kebiasaan berfikir atau asumsi-asumsi yang tak terucapkan, dan sering
tertutup oleh gagasan-gagasan verbal yang dirumuskan secara sadar oleh para
filsuf dan ahli teori. Pendekatan ini berawal di Perancis pada 1920-an dan
1930-an. Para sejarawan ini lebih berminat pada representasi-representasi
(visual atau mental) dari suatu peristiwa, dan juga apa yang disebut Sejaraean Perancis pengikut Jaques
Lacan dan Michel Foucault sebagai unsure imaginary.
Pergeseran memunculkan apa yang sering disebut sebagai titik berat baru
terhadap pembentukan, penyusunan, dan ‘produksi sosial’, bukan hanya dalam
bentuk-bentuk budaya (sepeti penemuan-penemuan tradisi) melainkan juga sosok
Negara dan masyarakat, yang acapkali dipandang bukan struktur objektif atau
baku, melainkan sebagai komunitas-komunitas yang dibayangkan.
Empat
pendekatan tersebut memiliki kaitan tertentu dengan antoropologi sosial, karena
para antoropolog sejak lama memang berminat mempelajari sesuatu berdasarkan
pendekatan emik dan bekerja dalam komunitas-komunitas kecil guna mengadakan
observasi atas kehidupan sehari-hari, serta menyelidiki pola piker dan system
nilai yang hidup dalam masyarakat. Sejumlah sejarawan ternyata melakukan hal
serupa. Mereka banyak memakai konsepsi antropolgi terkemuka, seperti E.
Evans-Pritchard, Victor Turner, atau Clifford Geertz.
24
Tanpa mengabaikan arti penting
empat pendekatan tersebut, ternyata belum cukup mengunnkapkan semua perubshsn
yang telah terjadi dalammilmu sejarah, bahkan belum sanggup melepaskan diri
sepenuhnya dai pengaruh pendekatan-pendekatan tradisional yang hendak dirubahnya.
Fernand Braudel mencoba melihat dunia sebagai satu kesatuan yang utuh. Demikian
pula Immanuel Wallerstein mengembangkan konsep baru system
Munculnya pendekatan-pendekatan ini
menguatkan kembali pada dua unsur dalam sejarah, yakni; (1) membangkitkan
kembali politik dan (2) kebangkitan kembali narasi. Sejak lama sejumlah besar
sejarawan menghendaki dimasukkannya kembali tinjauan politik dalam studi
sejarah yang didukung oleh atmosfer keilmuan pada 1980-an dan 1990-an. Sejarah
politik berkembang bahkan meluas pada hal-hal baru, termasuk apa yang oleh
Michel Foucault disebut mikro politik.Strategi
dan taktik politik yang dibahas bukan hanya yang berskala besar, tetapi juga
dalam komunitas lebuh kecil seperti desa-desa (termasuk pula mengenai mentalitas
dan ritual).
Paparan naratif bentuk baru
(bervariasi) dimunculkan karena ada sejumlah sejarawan yang menyadari perlunya
penggunaan retorika, eksperimen literer, dan kombinasi antara fakta dan fiksi
untuk memperbesar daya tarik, layaknya novelis mutakhir. Salah satu bentuknya
ialah narasi mengenai peristiwa berskala kecil, dengan memakai sebuah teknik
pemaparan yang lazimnya dipakai ahli sejarah mikro, dan berlawanan dengan
Naratif Besar yang menekankan peristiwa-peristiwa kunci dan tanggal-tanggal
baru.
Bentuk lain kemunculan narasi
adalah berkembangnya paparan sejarah yang diceritakan dari sudut pandang
majemuk guna mengakomodasi berbagai persepsi mengenai peristiwa itu dari
kalangan bawah maupun atas, dari pihak-pihak yang bertempur pada suatu perang
saudara, atau mereka yang hanya merasakan dampak negatifnya. Sejalan dengan
tumbuhnya minat untuk mempelajari berbagai kebudayaan, bentuk-bentuk narasi
dialogis tampak akan semakin dominan digunakan.
25
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari makalah diatas dapat kita simpulkan bahwa pembabakan waktu/periodisasi
sejarah adalah satu proses strukturisasi waktu dalam sejarah dengan
pembagian atas beberapa babak, zaman atau periode. Babakan waktu ini mempunyai
tujuan dan memiliki beberapa kriteria antara lain: berdasarkan waktu
kronologisnya, berdasarkan pergantian generasi, berdasarkan dinasti,
berdasarkan perjuangan, berdasarkan evolusionisme, berdasarkan proses
integrasi. Pembabakan waktu ini sangat penting dalam ilmu sejarah karena tanpa
adanya periodisasi kita sebagai mahasiswa atau generasi muda tidak tahu
kronologis sejarah, dari suatu kurun waktu ke kurun waktu yang lain.
B. Saran
Makalah ini tentu memiliki suatu kekurangan. Oleh karena itu diharapkan
kepada pembaca untuk memberikan suatu kritik dan saran agar makalah selanjutnya
yang kami buat bisa lebih baiklagi.
26
DAFTAR PUSTAKA
kurnia, dian. " Source:
http://dian-kurnia.blogspot.com/2010/05/aufklarung-masa-pencerahan-eropa.html."
Masa Pencerahan Eropa. N.p., 23 05 2010. Web. 26 Mar 2011.
wikipedia, .
"http://id.wikipedia.org/wiki/George_Berkeley." george berkeley.
wikipedia, n.d. Web. 26 Mar 2011. .
"http://id.wikipedia.org/wiki/Jean-Jacques_Rousseau."
Jean Jacques Rousseau. N.p., n.d. Web. 26 Mar 2011. .
wikipedia, .
"http://id.wikipedia.org/wiki/Christian_Wolff." wikipedia-
christian wolff. N.p., n.d. Web. 26 Mar 2011. .
macheda, .
"http://macheda.blog.uns.ac.id/2009/11/14/pemikiran-immanuel-kant/." pemikiran
immanuel kant. N.p., 14 11 2009. Web. 26 Mar 2011. .